Sudah Tak Ada Hak BPN Bali Usul Jangan Abaikan PT SBH di Tanah Buyan

 Sudah Tak Ada Hak BPN Bali Usul Jangan Abaikan PT SBH di Tanah Buyan

Foto: Hardiansyah, SH MH, Kabid Pengendalian dan Penanganan Sengketa Kanwil BPN Bali saat melakukan kunjungan ke Buyan, Selasa (17/6/2025).

Buleleng, Letternews.net — Pernyataan mencengangkan terlontar dari Kanwil BPN Provinsi Bali saat diminta menjelaskan status lahan eks HGB milik PT Sarana Buana Handana (SBH) di kawasan Buyan, Desa Pancasari, Kecamatan Sukasada, Buleleng.

Alih-alih bersikap tegas bahwa tanah tersebut telah kembali menjadi milik negara, pihak BPN justru menggunakan istilah yang membingungkan yaitu “tanah negara bekas HGB PT SBH.”

BACA JUGA:  Jro Budi Hartawan: Pak Koster Sudah Terbukti Kerja Nyata

Istilah ini menimbulkan tanda tanya besar, sebab secara hukum, ketika HGB berakhir lebih dari sepuluh tahun lalu, semua hak melekat otomatis gugur. Namun cara penyampaian BPN seolah menyisakan celah untuk PT SBH kembali masuk, membuka potensi permainan di atas tanah negara yang seharusnya sudah bebas dari klaim perusahaan mana pun.

“Begini, ketentuan di PP 18 ini bahasanya tanah negara itu adalah salah satunya tanah hak yang berakhir jangka waktunya. Itu HGB kan ada jangka waktu, jadi ketika dia berakhir jangka waktunya jadi tanah negara. Dan itu bekas hak karena dulu adalah HGB,” ujar Hardiansyah, SH MH, Kabid Pengendalian dan Penanganan Sengketa Kanwil BPN Bali saat melakukan kunjungan ke Buyan, Selasa (17/6/2025).

BACA JUGA:  BPN Bali Diduga Bantu PT SBH Rebut Tanah Negara Lewat Penggarap Fiktif

Yang membuat masyarakat makin geram, Hardiansyah justru meminta agar kepentingan PT SBH tidak diabaikan. “Jangan serta merta mengakomodir warga saja, harus melihat PT SBH juga. Karena SBH, informasi dari Pak Perbekel, mereka dulu membeli. Sehingga prosesnya harus dipikirkan dengan baik,” ujarnya. Bahkan ia mengingatkan agar PT SBH juga “tidak terlalu ngotot,” seolah masih berada di posisi tawar yang setara dengan masyarakat.

Padahal faktanya, selama masa HGB berlangsung, PT SBH tidak pernah memanfaatkan lahan sesuai peruntukan, dan setelah masa berlaku habis, perusahaan ini juga tidak menyelesaikan proses pengembalian lahan ke negara secara administratif.

Lebih mengejutkan, dalam pengecekan di lapangan oleh tim gabungan, seorang staf BPN Buleleng terang-terangan menyebut bahwa PT SBH masih punya hak prioritas untuk mengajukan permohonan. “Itu PT SBH punya hak prioritas untuk memohon,” katanya singkat.

BACA JUGA:  KPK Sita 72 Mobil, 32 Motor dan Uang Rp8,7 Miliar

Pernyataan seperti ini jelas mencederai prinsip keadilan agraria. Tanah yang telah kembali menjadi aset negara seharusnya tidak memberikan keistimewaan kepada mantan pemegang hak, apalagi jika selama ini tidak ada kontribusi yang diberikan dan tidak ada niat menyelesaikan kewajiban terhadap negara.

Sikap BPN Bali yang terkesan lembek dan memberi ruang negosiasi bagi korporasi yang telah kehilangan hak hukumnya, bukan hanya tidak adil, tapi juga berbahaya. Ini membuka peluang terjadinya praktik serupa di wilayah lain, di mana perusahaan yang HGB-nya telah mati, kembali leluasa mengklaim tanah negara dengan bantuan tafsir longgar dari pejabat yang seharusnya jadi benteng pertahanan aset negara.

Editor: Lil

.

Bagikan: