Pembunuh dan Mutilasi ‘Koper Merah’ Divonis Penjara Seumur Hidup, Ini Pertimbangan Hakim

 Pembunuh dan Mutilasi ‘Koper Merah’ Divonis Penjara Seumur Hidup, Ini Pertimbangan Hakim

Foto: Gambar Palu Hakim

 

JAKARTA, Letternews.netRohmad Tri Hartanto (33), pelaku pembunuhan berencana disertai mutilasi di Kota Kediri, dijatuhi hukuman penjara seumur hidup oleh Pengadilan Negeri Kediri pada Selasa (9/9). Vonis ini lebih ringan dari tuntutan hukuman mati yang diajukan jaksa penuntut umum.

BACA JUGA:  Kenakan Tenun Endek Warna Merah, Gubernur Koster Sambut Menhan RI Sjafrie Sjamsoeddin

Fakta dan Niat Pembunuhan Berencana

Majelis Hakim menyatakan terdakwa terbukti melakukan pembunuhan berencana, dengan mempertimbangkan beberapa fakta hukum:

  • Motif Dendam: Terdakwa memiliki perasaan dendam kepada korban yang dianggap mengganggu keharmonisan rumah tangganya. Puncak emosinya terjadi saat korban mengeluarkan perkataan negatif tentang anak terdakwa.
  • Niat Membunuh: Majelis Hakim menilai niat membunuh sudah ada sejak awal. Saat korban melakukan perlawanan, terdakwa tetap mencekik hingga korban tak lagi bergerak. Sikap tenang ini, menurut hakim, menunjukkan niat jahat yang kuat.
  • Perencanaan Sadis: Setelah korban tewas, terdakwa memutilasi tubuh korban agar bisa masuk ke dalam koper berwarna merah. Bagian tubuh korban kemudian dibuang di beberapa lokasi terpisah di Ngawi, Ponorogo, dan Trenggalek. Terdakwa bahkan sempat menjual mobil korban dan menggunakan uangnya untuk kepentingan pribadi.
BACA JUGA:  Kabasarnas Lepas Tim Indonesia Search and Rescue ke Turki 

Alasan Hukuman Seumur Hidup, Bukan Mati

Majelis Hakim mengesampingkan pembelaan terdakwa yang menyatakan tidak ada perencanaan pembunuhan, karena terdakwa tidak mampu menyajikan bukti yang sah untuk dalil sangkalannya.

Mengenai tuntutan hukuman mati, Majelis Hakim mempertimbangkan perkembangan hukum yang mengutamakan sisi kemanusiaan. Pemberlakuan pidana mati dianggap sebagai alternatif terakhir. Oleh karena itu, hakim menilai hukuman penjara seumur hidup adalah hukuman maksimal yang adil untuk perbuatan terdakwa.

Adapun hal-hal yang memberatkan vonis adalah cara-cara sadistis yang dilakukan terdakwa saat memutilasi korban, yang dinilai melanggar prinsip kemanusiaan. Selain itu, terdakwa tidak menunjukkan penyesalan karena tidak menyerahkan diri, melainkan ditangkap oleh polisi.

Setelah putusan dibacakan, baik jaksa penuntut umum maupun terdakwa menyatakan akan pikir-pikir untuk mengajukan banding.

Penulis: Nadia Yurisa Adila
Editor: Rudi.

.

Bagikan: