KPK Bongkar Potensi Masalah Pengelolaan Dana Desa

 KPK Bongkar Potensi Masalah Pengelolaan Dana Desa

Foto: Plt Juru Bicara bidang Pencegahan KPK, Ipi Maryati Kuding

Letternews.id —  Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membongkar sejumlah potensi risiko permasalahan pengelolaan dana desa. Sejumlah risiko permasalahan tersebut berpotensi akan terjadinya tindak pidana korupsi (Tipikor). Ada sekira 14 potensi masalah pengelolaan dana desa.

Hal itu terungkap setelah KPK melakukan kajian terhadap pengelolaan dana desa. KPK sudah menaruh perhatian serius terkait pencegahan korupsi pengelolaan dana desa sejak 2015. Oleh karenanya, KPK membuat berbagai kajian yang berkaitan dengan pengelolaan dana desa.

BACA JUGA:  Pidsus Kejari Kembali Periksa Saksi Dugaan Korupsi Dana BOS SMAN 6

“Dalam kajian tersebut KPK saat itu menemukan setidaknya 14 potensi persoalan yang meliputi empat aspek, yaitu regulasi dan kelembagaan, tata laksana, pengawasan, dan sumber daya manusia,” kata Plt Juru Bicara bidang Pencegahan KPK, Ipi Maryati Kuding melalui pesan singkatnya, Senin (10/1/2022).

Ipi membeberkan, ada empat persoalan yang berisiko dalam pengelolaan dana desa. Pertama, soal aspek regulasi dan kelembagaan. KPK menemukan permasalahan regulasi dan teknis pelaksanaan dalam pengelolaan dana desa antar lembaga pemerintahan.

BACA JUGA:  Cegah Korupsi pada Pengadaan Barang dan Jasa E-Katalog Harus Diawasi Bersama

“KPK menemukan sejumlah persoalan terkait belum lengkapnya regulasi dan petunjuk teknis pelaksanaan yang diperlukan dalam pengelolaan keuangan desa dan potensi tumpang-tindih kewenangan antara Kementerian Desa dan Ditjen Bina Pemerintahan Desa pada Kementerian Dalam Negeri,” ungkap Ipi.

Kemudian, sambung Ipi, soal aspek tata laksana. KPK menemukan lima permasalahan soal aspek tata laksana dana desa. Lima permasalahan itu di antaranya, kerangka waktu siklus pengelolaan anggaran desa sulit dipatuhi oleh desa.

BACA JUGA:  Dunia Maya Digegerkan Perselingkuhan Menantu dan Ibu Mertua

Lantas, satuan harga baku barang atau jasa yang dijadikan acuan bagi desa dalam menyusun APBDesa belum tersedia. Selanjutnya, transparansi rencana penggunaan dan pertanggungjawaban anggaran belanja desa masih rendah.

“Laporan pertanggungjawaban yang dibuat desa belum mengikuti standar dan rawan manipulasi, serta APBDesa yang disusun tidak sepenuhnya menggambarkan kebutuhan yang diperlukan desa,” imbuhnya.

BACA JUGA:  Menghalangi Penyidikan Kasus Korupsi Kejagung Periksa Eks Karyawan Waskita

Sementara pada aspek pengawasan, Ipi menjelaskan bahwa ada tiga potensi persoalan. Di antaranya yakni, efektivitas inspektorat daerah dalam melakukan pengawasan terhadap pengelolaan keuangan di desa masih rendah. Kemudian, saluran pengaduan masyarakat tidak dikelola dengan baik oleh semua daerah.

“Serta ruang lingkup evaluasi dan pengawasan yang dilakukan, belum jelas,” sambungnya.

Pada aspek sumber daya, KPK juga berpandangan soal pentingnya proses rekrutmen tenaga pendamping yang wajib dilakukan secara profesional dan cermat. Sebab, ada potensi atau celah korupsi dan kecurangan yang dilakukan tenaga pendamping oleh penegak hukum.

BACA JUGA:  Ancaman bagi Pariwisata, JMSI Bali Ajak Media Kawal Penyelesaian Masalah Sampah

“Umumnya para oknum pendamping tersebut melakukan korupsi atau fraud dengan memanfaatkan kelemahan aparat desa dan longgarnya pengawasan pemerintah,” ungkap Ipi.

Dari kajian tersebut, kata Ipi, KPK telah memberikan sejumlah rekomendasi kepada kementerian terkait maupun pemerintah daerah yang berkepentingan dalam penyaluran dana desa dengan membangun mekanisme pengawasan partisipatif.

Salah satunya, dengan membentuk sarana pengaduan masyarakat dalam mengawasi penggunaan dana desa. Kemudian, rekrutmen pendamping yang kredibel untuk membantu aparat desa mengalokasikan dana, sekaligus membuat laporan penggunaannya. Kata Ipi, sejumlah rekomendasi tersebut juga telah ditindaklanjuti.

BACA JUGA:  KPK Usut Dugaan Penyalahgunaan Anggaran APD Covid-19 di Kemenkes

“KPK meyakini potensi risiko dalam pengelolaan keuangan desa akan lebih besar apabila aparat desa, pemerintah pusat, dan masyarakat tidak bersinergi mengawasi penggunaan anggaran yang besar tersebut,” kata Ipi.

“Karenanya, KPK mengajak masyarakat untuk berperan serta dalam mengawal dana desa, sehingga manfaatnya dapat dirasakan oleh seluruh masyarakat desa sesuai dengan tujuannya,” pintanya.

Diketahui sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) sempat membeberkan total dana desa yang telah disalurkan oleh pemerintah sejak 2015. Jumlahnya fantastis, yakni sebesar Rp400,1 triliun. Oleh karenanya, Presiden mengingatkan agar pengelolaan dana itu harus dilakukan dengan hati-hati dan tepat sasaran.

BACA JUGA:  Damkar Denpasar Bentuk Relawan di Empat Kecamatan, Bangun Partisipasi Masyarakat Dukung Pencegahan dan Penanggulangan Kebakaran

“Perlu saya ingatkan bahwa penyaluran dana desa sejak tahun 2015 sampai saat ini kita sudah menyalurkan Rp400,1 triliun,” ucap Jokowi saat meluncurkan Sertifikat Badan Hukum Badan Usaha Milik Desa (BUM Desa) dan Peresmian Pembukaan Rakornas BUM Desa di Jakarta, Senin, 20 Desember 2021.

Jokowi merinci, pemerintah menyalurkan dana desa sebesar Rp20,8 triliun pada 2015. Kemudian, pada 2016 sudah menyalurkan Rp46,7 triliun; pada 2017 menyalurkan Rp59,8 triliun; 2018 sebesar Rp59,8 triliun; 2019 Rp69,8 triliun; pada 2020 Rp71,1 triliun; dan pada 2021 Rp72 triliun. “Totalnya Rp400,1 triliun,” tuturnya.

BACA JUGA:  KPK Bakal Panggil ANS Kosasih

Di sisi lain, Jokowi melihat APBD desa juga meningkat drastis. Pada 2014 itu rata-rata angkanya Rp329 juta, kemudian pada 2015 naik menjadi Rp701 juta, pada 2021 Rp1,6 miliar. “Hati-hati pengelolaan dana desa yang jumlahnya tak sedikit, jumlahnya sangat besar sekali,” tandasnya.

“Sekali lagi Rp400,1 triliun gede sekali, begitu salah sasaran, begitu tata kelola tidak baik, bisa lari ke mana-mana, ini perlu saya ingatkan,” tambah Jokowi. (ads/mcw)

.

Bagikan: