Perbandingan Gambaran Paru-paru Pasien COVID-19 yang Sudah dan Belum Mendapat Vaksinasi COVID-19 secara Radiologi

 Perbandingan Gambaran Paru-paru Pasien COVID-19 yang Sudah dan Belum Mendapat Vaksinasi COVID-19 secara Radiologi

Foto: Penulis dr. Michael Oliver Wijaya

Letternews.id — Selama dua tahun ini dunia masih berperang melawan pandemi COVID-19. Pandemi ini memberi tantangan besar dalam berbagai sektor seperti sektor kesehatan, ekonomi, pariwisata, pendidikan serta sosial. Di sisi lain, kerentanan masyarakat semakin meningkat akibat penerapan protokol kesehatan seperti memakai masker, mencuci tangan, dan menjaga jarak dengan orang lain. Tanpa intervensi kesehatan masyarakat yang cepat dan tepat, diperkirakan sebanyak 2,5 juta kasus COVID-19 akan memerlukan perawatan di rumah sakit di Indonesia dengan angka kematian yang diperkirakan mencapai 250.000 kematian. Oleh karena itu, pemerintah di berbagai negara melakukan usaha intervensi lain yang efektif untuk memutuskan mata rantai penularan penyakit, yaitu melalui upaya vaksinasi. Berbagai platform vaksin telah dikembangkan seperti virus terinaktivasi, virus yang dilemahkan, vektor virus, asam nukleat virus, vaksin menyerupai virus, dan vaksin subunit protein.

BACA JUGA:  Ketua KPK, Nawawi Pomolango Komentari Debat Perdana Capres

Efektivitas dan perbedaan hasil dari berbagai platform vaksin ini masih terus diteliti dan dikembangkan. Terdapat data yang terbatas mengenai efektivitas vaksin terhadap gejala penyakit COVID-19 yang saat ini disahkan di Amerika Serikat, dimana efektivitas vaksin ini dinilai berdasarkan durasi rawat inap, kebutuhan perawatan di unit perawatan intensif (ICU), atau rawat jalan di unit gawat darurat atau klinik perawatan darurat. Efektivitas vaksinasi full messenger RNA (mRNA) ≥14 hari setelah vaksinasi dosis kedua adalah sebesar 89% dalam mengurangi jumlah rawat inap karena infeksi SARS-CoV2 yang dikonfirmasi melalui pemeriksaan laboratorium, 90% melawan infeksi yang mengarah ke rawat inap ICU, dan 91% melawan infeksi yang mengarah ke bagian gawat darurat atau kunjungan ke klinik perawatan darurat.

Efektivitas vaksin COVID-19 juga dinilai oleh beberapa peneliti melalui gambaran radiologi paru-paru pasien. Sebuah studi dalam bidang radiologi diagnostik yang melibatkan 274 individu menguji perbandingan hasil CT scan paru-paru antara pasien COVID-19 yang mendapat dan tidak mendapat vaksinasi COVID-19 sebelumnya. Penelitian tersebut menyimpulkan bahwa pasien yang tidak divaksinasi memiliki skor keparahan CT yang lebih tinggi dan tingkat kelangsungan hidup yang lebih rendah dibandingkan dengan pasien yang telah mendapat vaksinasi.

Pada penelitian lain yang dilakukan oleh Hanafi dkk (2021), terdapat perbedaan yang signifikan pada foto rontgen paru-paru pasien menggunakan skor Brixia antara pasien yang divaksinasi dan tidak divaksinasi. Sebanyak 30 pasien pada kelompok yang divaksinasi memiliki skor Brixia lebih rendah dibandingkan 30 pasien pada kelompok yang tidak divaksinasi. Mereka menyimpulkan bahwa vaksin berguna untuk meningkatkan kekebalan tubuh, sehingga terhindar dari kondisi yang parah akibat infeksi virus SARS Cov-2.

Beberapa gambaran kerusakan paru juga diteliti pada kelompok pasien yang telah dan belum mendapat vaksin COVID-19. Gambaran “konsolidasi” didominasi pada kelompok pasien yang tidak mendapat vaksin COVID-19. Area “ground glass opacity” pada pasien yang tidak mendapat vaksin lebih luas daripada pasien yang telah divaksin. Selain itu, gambaran kerusakan pada paru-paru kanan dan kiri lebih banyak didapatkan pada pasien yang tidak divaksin.

GAMBAR 1. (A–C) Contoh kelainan foto rontgen dada. (A) Seorang wanita 37 tahun dengan demam 3 hari, batuk, dan konjungtivitis. Foto rontgen dadanya menunjukkan area “ground glass opacity”(GGO) paru kiri bagian bawah (persegi panjang putih). (B) Seorang wanita 86 tahun datang dengan sesak (saturasi oksigen 88%), demam, dan batuk. Foto rontgen dadanya menunjukkan area “konsolidasi” di paru bagian kiri tengah-bawah (persegi panjang hitam). “Ground glass opacity” tampak di paru kanannya. (C) Laki-laki berusia 77 tahun dengan riwayat diabetes dan hipertensi datang mengalami demam 7 hari (38°C), batuk kering, dan sesak dengan saturasi oksigen 84%. Foto rontgen dadanya menunjukkan “konsolidasi” pada paru-paru kanan dan kiri masing-masing di bagian tengah (persegi panjang hitam). Tampak pula area GGO di paru-paru kanan dan kiri, terutama terlihat pada bagian bawah paru kanan (persegi panjang putih)

Jika dikaitkan dengan mekanisme imunologi, vaksinasi akan memicu antibodi secara lebih cepat untuk mengatasi banyak virus yang masuk ke dalam tubuh pada tahap awal infeksi. Keuntungannya, jumlah virus dalam tubuh ditekan dengan cepat. Oleh karena itu, potensi untuk memproduksi mediator inflamasi dan komponen imunologis lainnya secara berlebihan yang dapat menyebabkan berbagai kerusakan pada jaringan paru juga dapat ditekan.

BACA JUGA:  Provinsi Bali Umumkan Berakhirnya Status Pandemi Covid-19

Beberapa hasil penelitian tersebut membuktikan bahwa vaksinasi COVID-19 efektif dalam mengurangi transmisi/penularan COVID-19, menurunkan angka kesakitan dan kematian akibat COVID-19, mencapai kekebalan kelompok di masyarakat (herd immunity) dan melindungi masyarakat dari COVID-19 agar tetap produktif secara sosial dan ekonomi. Kekebalan kelompok hanya dapat terbentuk apabila cakupan vaksinasi tinggi dan merata di seluruh wilayah. Dari sisi ekonomi, upaya pencegahan melalui program vaksinasi jauh lebih hemat biaya bila dibandingkan dengan upaya pengobatan. Oleh karena itu, mari dukung program pemerintah dalam memerangi pandemi COVID-19 melalui vaksinasi.

Ditulis Oleh :
dr. Michael Oliver Wijaya

.

Bagikan: