UU HPP Terbit Berikan Kepastian Hukum Terkait Penyusutan dan Amortisasi 

 UU HPP Terbit Berikan Kepastian Hukum Terkait Penyusutan dan Amortisasi 

Foto: Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Dwi Astuti

Letternews.net — Pemerintah kembali menerbitkan aturan pelaksanaan UndangUndang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) melalui pengundangan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 72 Tahun 2023 tentang Penyusutan Harta Berwujud dan/atau Amortisasi Harta Tak Berwujud pada 17 Juli 2023.

BACA JUGA:  KPK Tetapkan Mantan Pejabat Ditjen Pajak Rafael Dugaan Tindak Pidana Pencucian Uang 

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Dwi Astuti, Kamis (03/08/2023) di Jakarta mengatakan, bahwa peraturan tersebut terbit untuk memberikan kepastian hukum sesuai UU HPP dan melakukan simplifikasi peraturan perundang-undangan terkait penyusutan dan amortisasi yang sebelumnya tersebar di beberapa peraturan.

Oleh karenanya, penerbitan PMK ini sekaligus mencabut PMK-96/PMK.03/2009, PMK-248/PMK.03/2008, dan PMK-249/PMK03/2008 sebagaimana telah diubah dengan PMK-126/PMK.011/2012.

Adapun beberapa pokok pengaturan dalam PMK-72 Tahun 2023 adalah sebagai berikut:

BACA JUGA:  Pangdam Berharap Pejabat Baru Berikan Warna Positif

Penyusutan dilakukan atas harta berwujud yang mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun, yang dimiliki dan digunakan untuk mendapatkan, menagih, atau memelihara (3M) penghasilan dengan metode garis lurus ataupun saldo menurun (khusus selain bangunan).

Masa manfaat harta berwujud tetap sama dengan pengaturan sebelumnya, yakni kelompok 1 selama 4 tahun, kelompok 2 selama 8 tahun, kelompok 3 selama 16 tahun, dan kelompok 4 selama 20 tahun. Sementara untuk bangunan yaitu bangunan permanen selama 20 tahun dan tidak permanen selama 10 tahun.Pengaturan baru terdapat pada masa manfaat harta berupa bangunan permanen.

Melalui Pasal 6 PMK ini, Wajib Pajak (WP) kini dapat memilih melakukan penyusutan bangunan permanen selama 20 tahun atau sesuai masa manfaat sebenarnya berdasarkan pembukuan WP. Pada masa transisi ini, mulai Tahun Pajak 2022 WP dapat menggunakan masa manfaat sesuai pembukuannya dengan menyampaikan pemberitahuan paling lambat 30 April 2024.

BACA JUGA:  MK Putuskan Masa Jabatan Pimpinan KPK Menjadi 5 Tahun

Pemberitahuan tersebut disampaikan untuk bangunan permanen yang dimiliki dan digunakan sebelum Tahun Pajak 2022.Selain itu, pemerintah juga memberikan kepastian hukum terkait biaya perbaikan. Pasal 7 menegaskan bahwa biaya perbaikan harta berwujud yang memiliki masa manfaat lebih dari satu tahun dikapitalisasi pada nilai sisa buku fiskal harta berwujud dan dibebankan melalui penyusutan.

Ada pula pengaturan terkait penggantian asuransi.Apabila terjadi pengalihan atau penarikan harta yang mendapatkan penggantian asuransi, jumlah nilai sisa buku fiskal harta yang dialihkan atau ditarik dibebankan sebagai kerugian dan jumlah harga jual atau penggantian asuransi dibukukan atau diakui sebagai penghasilan pada tahun terjadinya penarikan tersebut.

Namun, WP dapat menunda pengakuan kerugian tersebut dengan mengajukan permohonan persetujuan kepada Direktur Jenderal Pajak.Amortisasi dilakukan atas harta tak berwujud yang mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun yang dimiliki atau digunakan untuk 3M. Amortisasi dimulai pada bulan dilakukannya pengeluaran, kecuali untuk bidang usaha tertentu.

BACA JUGA:  Kejaksaan Negeri Badung Musnahkan Barang Bukti

Masa manfaat untuk amortisasi tetap sama, yakni kelompok 1 selama 4 tahun, kelompok 2 selama 8 tahun, kelompok 3 selama 16 tahun, dan kelompok 4 selama 20 tahun.Pengaturan baru terdapat pada harta tak berwujud dengan masa manfaat lebih dari 20 tahun. Pasal 9 ayat (4) PMK ini mengatur bahwa apabila harta tak berwujud mempunyai masa manfaat lebih dari 20 tahun, WP sekarang dapat memilih menggunakan masa manfaat 20 tahun atau masa manfaat sebenarnya berdasarkan pembukuan WP. Sama seperti harta berwujud berupa bangunan permanen, untuk tahun pajak 2022 WP dapat memilih menggunakan masa manfaat sesuai pembukuannya dengan menyampaikan pemberitahuan paling lambat 30 April 2024.

Bidang usaha tertentu dalam PMK ini meliputi kehutanan, perkebunan, dan peternakan yang dapat berproduksi berkali-kali. Tanaman kehutanan (bidang kehutanan) disusutkan selama 20 tahun. Kemudian, tanaman keras termasuk tanaman rempah dan penyegar (bidang perkebunan) disusutkan selama 20 tahun juga.

Sedangkan ternak, termasuk ternak pejantan (bidang peternakan) disusutkan selama 8 tahun untuk ternak yang menghasilkan setelah dipelihara lebih dari satu tahun, dan disusutkan sampai dengan 4 tahun untuk ternak yang menghasilkan setelah dipelihara kurang dari atau sama dengan satu tahun.

BACA JUGA:  POSSI Denpasar Juli Mendatang Gelar Wali Kota Cup 2024

Pengelompokan ternak yang menghasilkan setelah dipelihara kurang dari atau sama dengan satu tahun merupakan pengaturan baru. Hal tersebut untuk memberikan kemudahan dan kepastian penghitungan penyusutan bagi pelaku usaha ternak.

Perbedaan lainnya selain masa manfaat untuk kelompok ternak tersebut yaitu saat mulainya penyusutan.

Untuk harta berwujud di bidang usaha tertentu secara umum disusutkan mulai bulan produksi komersial yang merupakan bulan mulai dilakukannya penjualan kecuali untuk kelompok ternak yang menghasilkan setelah dipelihara kurang dari atau sama dengan satu tahun disusutkan mulai tahun dilakukannya pengeluarannya. (LN/RLS)

.

Bagikan: