Renungan Galungan: Kapan Sebenarnya Kita Berperang? Wayan Suyadnya Bedah Siklus Wariga: Kemenangan Dharma Bukan Hadiah, Tapi Hasil Perang Sunyi dalam Batin

 Renungan Galungan: Kapan Sebenarnya Kita Berperang? Wayan Suyadnya Bedah Siklus Wariga: Kemenangan Dharma Bukan Hadiah, Tapi Hasil Perang Sunyi dalam Batin

Foto: Penjor

DENPASAR, Letternews.net – Setiap 210 hari sekali, kalender wariga umat Hindu mengetuk Rabu Kliwon Wuku Dungulan, menandai datangnya Hari Suci Galungan, hari yang diagungkan sebagai simbol kemenangan dharma melawan adharma. Namun, dalam kolom renungan yang mendalam ini, Wayan Suyadnya mengajak kita menengok kembali esensi perayaan tersebut: Kapan sesungguhnya kita berperang, dan kemenangan apa yang kita rayakan?

Suyadnya menegaskan, Galungan bukanlah sekadar merayakan kemenangan kosmis Bhatara Wisnu atas Mayadanawa di masa lalu. Ia adalah sebuah ajakan halus dan renungan senyap untuk bertanya: apakah kita sendiri sudah menang?

BACA JUGA:  Tim Pengabdi Unud Ubah Kotoran Sapi Jadi Briket di Karangasem

Perang Sunyi dalam Siklus Wariga

Berbeda dengan perayaan agama lain yang ditandai dengan laku berat, Galungan hadir tanpa peperangan yang kita ingat. Namun, Suyadnya menjelaskan bahwa peperangan itu sesungguhnya berlangsung setiap hari dalam siklus 210 hari wariga—peperangan yang tidak berisik, melainkan peperangan dalam batin.

Kemenangan Galungan bukanlah tiba-tiba, melainkan puncak dari siklus panjang persiapan spiritual:

  1. Saraswati: Ilmu pengetahuan diturunkan dan pikiran dibasuh untuk membedakan dharma dan adharma.

  2. Banyu Pinaruh: Pembersihan tubuh dan pikiran.

  3. Pagerwesi: Pagar besi ditegakkan untuk menjaga pengetahuan dari nilai-nilai buruk (Tri Kaya Parisudha, Sad Ripu, Saptatimira).

  4. Tumpek Landep: Ketajaman pikiran dan teknologi (ilmu yang dipageri) lahir dan menghasilkan kemakmuran (pepohonan berbuah lebat).

BACA JUGA:  KPK Apresiasi OJK Atas Inovasi Penguatan Integritas Organisasi Berkelanjutan

Kemenangan yang Dirayakan Adalah Kesiapan

Pada akhirnya, Galungan, bagi Suyadnya, tidak merayakan kemenangan yang sudah pasti. Ia merayakan kesiapan kita untuk menang—hasil dari pengetahuan yang diturunkan, dibersihkan, dipageri, dan ditajamkan.

Puncak renungan jatuh pada pertanyaan kunci: Sudahkah kita menaklukkan sad ripu (enam musuh dalam diri) yang menggerogoti hati?

BACA JUGA:  Sambut HUT Ke-237, Pemkot Denpasar Gelar Lomba Pemadaman Api Tradisional dan Modern

Jika belum, Galungan hanyalah peringatan. Jika sudah, barulah Galungan menjadi puncak terang—kemenangan sunyi yang tidak diagungkan, tetapi sungguh-sungguh dirasakan di dalam dada.

Selamat Hari Raya Galungan. Semoga dharma benar-benar menang, bukan hanya di kalender, tetapi di hati.

Ditulis Oleh: Wayan Suyadnya
Editor: Rudi.

.

Bagikan: