Pembentukan Karakter: Bukan Tugas Tunggal Sekolah, Tapi Peran Utama Keluarga

 Pembentukan Karakter: Bukan Tugas Tunggal Sekolah, Tapi Peran Utama Keluarga

Foto: Rudianto Pembina Pramuka SMK Farmasi Saraswati 3 Denpasar saat memberi aahan kepada siswanya

DENPASAR, Letternews.net – Dalam pusaran perdebatan mengenai pembentukan karakter generasi muda, Pembina Pramuka Rudianto menegaskan sebuah prinsip mendasar: peran utama pembinaan karakter tetap berada di lingkungan keluarga. Menurutnya, sehebat apa pun program pendidikan yang diterapkan di sekolah atau ekstrakurikuler, peran parenting dari orang tua adalah penentu keberhasilan utamanya.

Pernyataan ini muncul untuk menjawab pertanyaan kritis masyarakat, yang sering kali bernada “penuh cinta” namun skeptis: “Lalu apa fungsi sekolah? Rugi saya bayar?”

BACA JUGA:  Ayu Kristi Arya Wibawa Hadiri Penguatan Peran Bunda PAUD Bali: Dorong Implementasi Wajib Belajar 13 Tahun

Sekolah Menanam, Orang Tua Menyiram

Rudianto menjelaskan, fungsi sekolah adalah sebagai proses penyaluran ilmu pengetahuan dan mendidik karakter dalam porsi waktu yang terbatas.

“Ibaratnya guru itu menanam ilmu, kira-kira maksimal 8 jam dalam sehari. Naah sisa waktunya 16 jam yang menyiram dan memberikan nutrisi tetap orang tua,” ujar Rudianto.

Ia menekankan bahwa waktu yang dihabiskan anak di rumah jauh lebih lama dan mendalam membentuk pola pikir, emosi, dan nilai-nilai dasar.

BACA JUGA:  Libur Sekolah Dongkrak Jumlah Kunjungan Wisatawan

Problem Kunci Ada di Rumah

Berdasarkan pengalamannya sebagai pembina, Rudianto mengungkap fakta lapangan yang miris. Sebagian besar murid yang memiliki masalah karakter justru memiliki problem keluarga yang orang tuanya sendiri menampik atau tidak mau mengakui.

Hal-hal mendasar yang hilang dalam banyak keluarga modern meliputi:

  • Tidak adanya kebiasaan orang tua bertanya kepada anak sepulang sekolah.
  • Hilangnya momen makan bersama sambil mengobrol tentang situasi dan masalah di sekolah.
  • Kurangnya pemantauan terhadap lingkungan bertumbuh dan bermain anak.
  • Waktu yang minim untuk berinteraksi dan bermain dengan anak.

Selain faktor keluarga, Rudianto juga menyinggung faktor ekonomi yang juga turut mempengaruhi perkembangan anak—yang ia sebut sebagai tugas pemerintah untuk menanganinya.

BACA JUGA:  Bareskrim Polri Bongkar Prostitusi Online di Bawah Umur

Semua Wajib Terlibat

Oleh karena itu, Rudianto menyimpulkan bahwa pembentukan karakter adalah tanggung jawab kolektif. Orang tua tidak bisa serta merta menyerahkan sepenuhnya tugas mendidik karakter kepada sekolah.

“Semua wajib terlibat, tidak hanya full menyerahkan ke sekolah saja,” tegasnya.

Ia memberikan solusi tegas bagi orang tua yang tidak mempercayai sistem pendidikan di sekolah: homeschooling atau kejar paket. Namun, ia berharap apa pun pilihannya, anak-anak tidak sampai putus sekolah. Intinya, fondasi karakter yang kuat harus tetap berawal dan diperkuat di rumah.

Editor:Lil

.

Bagikan: