Mengarungi Kompleksitas Hukum Modern: MA Soroti Peran Paradigma Kuantitatif bagi Hakim

 Mengarungi Kompleksitas Hukum Modern: MA Soroti Peran Paradigma Kuantitatif bagi Hakim

Foto: Gambar Palu Hakim

 

Jakarta, Letternews.net – Humas Mahkamah Agung (MA) merilis sebuah analisis mendalam pada Kamis (4/9) yang menyoroti pergeseran paradigma dalam dunia peradilan. Artikel tersebut membahas pentingnya penggunaan metodologi kuantitatif, seperti Jurimetri dan Analisis Ekonomi terhadap Hukum (Ekonometri), sebagai instrumen pendukung bagi hakim dalam memutus perkara.

Menurut artikel tersebut, Jurimetri adalah metode berbasis statistika yang mampu mengubah konsep hukum abstrak seperti “keadilan” menjadi variabel yang dapat diukur secara empiris. Sementara itu, analisis ekonomi hukum memberikan lensa teoretis untuk mengevaluasi dampak suatu putusan terhadap efisiensi dan perilaku para pihak.

BACA JUGA:  Penuduh Ijazah Palsu Presiden Joko Widodo Divonis 6 Tahun Penjara

Jurimetri: Mengukur Keadilan Secara Empiris

Artikel ini menjelaskan bahwa Jurimetri dapat membantu hakim memitigasi subjektivitas, terutama dalam perkara yang membutuhkan penetapan nilai moneter. Contohnya, dalam sengketa nafkah anak, hakim dapat menggunakan Jurimetri untuk membangun model matematis yang memperhitungkan variabel seperti pendapatan orang tua dan kebutuhan spesifik anak, sehingga putusan menjadi lebih akurat dan dapat dipertanggungjawabkan.

Penerapan Jurimetri ini disebut sebagai langkah untuk mengubah judicial hunch (naluri yudisial) menjadi informed judgment (putusan yang didasari informasi).

BACA JUGA:  Pakai PLN Mobile, Pasang Baru Listrik untuk Pelanggan Bisnis Semakin Muda

Analisis Ekonomi Hukum: Memahami Insentif dan Konsekuensi

Berbeda dari Jurimetri, analisis ekonomi hukum menyediakan kerangka teoretis di mana hukum dipandang sebagai sistem insentif. Dalam perspektif ini, sanksi hukum adalah “harga” dari suatu tindakan, dan hakim harus mempertimbangkan bagaimana putusannya akan memengaruhi perilaku para pihak di masa depan.

Kerangka ini, yang menggunakan analisis biaya-manfaat, memastikan bahwa putusan tidak hanya benar secara yuridis, tetapi juga rasional secara ekonomi dan bermanfaat bagi masyarakat luas.

Perpaduan Antara Sains dan Nurani

Namun, MA menekankan bahwa adopsi metode kuantitatif ini tidak boleh menggantikan kebijaksanaan yudisial. Menurut artikel, Jurimetri dan ekonometri adalah “pelayan, bukan tuan, bagi keadilan.”

“Hakim tetap merupakan penjaga gerbang utama keadilan,” tulis artikel tersebut. “Putusan akhir yang berlandaskan pada ‘Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa,’ adalah sebuah pernyataan moral dan spiritual yang melampaui segala bentuk kalkulasi.”

BACA JUGA:  Fokus Pelestarian Lingkungan, Wawali Arya Wibawa Apresiasi Bulan Bakti Gotong Royong LPM Kota Denpasar

Dengan demikian, hakim masa depan diharapkan mampu mensintesiskan rigoritas ilmu kuantitatif dengan kedalaman seni interpretasi hukum, untuk mewujudkan keadilan yang seutuhnya—keadilan yang dapat dihitung namun tidak kehilangan nuraninya.

Penulis: Bony Daniel
Editor: Rudi.

.

Bagikan: