Membangun Sistem Pengarsipan Musik yang Berkelanjutan

 Membangun Sistem Pengarsipan Musik yang Berkelanjutan

Foto: Direktur Jenderal Kebudayaan, Kemendikbudristek, Hilmar Farid.

Letternews.net — Rangkaian Irama: Satu Dekade Irama Nusantara yang didukung penuh oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) telah selesai digelar, pada Minggu (15/10), di Museum Kebangkitan Nasional, Jakarta. Acara yang terdiri dari pameran arsip musik populer Indonesia era lampau, festival musik, konferensi arsiparis budaya populer, dan diskusi musik ini telah digelar sebulan penuh, sejak 16 September 2023.

BACA JUGA:  Yowana Tegeh Kori Berharap Pesamuan Agung PANDBTK Lahirkan Resolusi Baru Berbasis Kebudayaan
Konsep besar dari acara ini adalah memperkenalkan kembali akar musik populer di Indonesia dalam bentuk sajian yang relevan dengan konteks kesenian hari ini. Penutupan Rangkaian Irama: Satu Dekade Irama Nusantara ditandai dengan diskusi Bisik-Bisik Musik bertajuk “Membentuk Wacana Kesejarahan Budaya Populer di Indonesia” bersama Direktur Jenderal Kebudayaan, Kemendikbudristek, Hilmar Farid.

Dalam diskusi ini, Hilmar mengapresiasi kerja pengarsipan yang telah dilakukan Irama Nusantara selama sepuluh tahun. Namun, Hilmar mengingatkan bahwa tantangan dalam pengarsipan tidak berhenti sampai pengumpulan materi arsip, tetapi membangun sistem pengarsipan yang berkelanjutan.

BACA JUGA:  Mel Tanjung Kite's Festival, Layang-Layang Tradisional Harus Tetap Kita Jaga dan Dilestarikan

“Pada akhirnya berbicara soal perhatian dari pemerintah, itu sangat bergantung pada apa yang dilakukan (komunitas pengarsipan). Kalau kita tidak melakukan kerja pengarsipan secara sistematis dan relevan, maka itu akan menguap. Sustainability itu penting, itu dari pengalaman saya. Kalau bisa enhance, ini bisa langgeng,” kata Hilmar Farid.

Bisik-Bisik Musik menghadirkan sembilan topik menarik terkait industri musik populer, yaitu “Menjaga Arsip Lokananta di Masa Lalu, Kini dan Akan Datang”, “Festival Musik dan Penghadiran Kembali Musik Lawas Indonesia”, “Mengakses Ingatan Musikal Lewat Arsip Visual”, dan “Merekam Kota Lewat Musik.”

Penutupan Rangkaian Irama: Satu Dekade Nusantara juga dirayakan dengan festival musik Irama Berdendang. Sekstet pop asal Jakarta, White Shoes & The Couples Company (WSATCC), didaulat sebagai penampil pamungkas.

BACA JUGA:  Ganjar Pranowo: Pendidikan Merupakan Cara Mengubah Nasib Seseorang

WSATCC membuka panggung dengan lagu lawas “Aksi Kucing” ciptaan Oey Yok Siang yang populer pada era ‘50-an. WSATCC juga membawakan lagu-lagu daerah, antara lain “Lembe Lembe”, “Tjangkurileung”, dan “Tam Tam Buku.” Repertoar dari WSATCC merepresentasikan potret budaya populer dekade ‘50-an dan ‘60’an di mana banyak penyanyi dan grup musik Indonesia membawakan lagu-lagu daerah.

“Sepuluh tahun lalu kami rekaman di Lokananta, Solo. Spesial bagi kami karena kami merekam lagu-lagu daerah. Ternyata banyak lagu daerah yang bagus dan diaransemen musisi Indonesia ‘60 sampai ‘70-an, dan itu memberikan inspirasi bagi kami,” kata gitaris WSATCC, Yusmario Farabi.

Selain WSATCC, penutupan Rangkaian Irama: Satu Dekade Irama Nusantara juga menampilkan Batavia Collective berkolaborasi dengan Fariz RM, The Panturas, Endah N Rhesa, Bangkutaman, Nonaria, Louis Monique – Gallaby – Gusty Pratama, dan Mondo Gascaro. Seluruh penampil membawakan karya-karya musisi Indonesia dari masa lalu dengan pendekatan kreatif hari ini.

.

Bagikan: