Kampus Teknologi Bali di Garis Terdepan: Bukan Sekadar Cetak Ijazah

 Kampus Teknologi Bali di Garis Terdepan: Bukan Sekadar Cetak Ijazah

Foto: Rektor ITB STIKOM Bali, Dr. Dadang Hermawan Musyawarah Nasional (MUNAS) ke-VII Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (APTISI) di Bandung

Denpasar, Letternews.net Di era di mana kecerdasan buatan bisa menulis puisi dan mahasiswa bisa belajar sambil berjualan secara daring, dunia pendidikan tinggi dituntut untuk bertransformasi atau tergerus oleh zaman. ITB STIKOM Bali hadir bukan hanya dengan teori, laptop, dan skripsi, tetapi juga dengan kesiapan untuk bersaing di gelanggang teknologi masa depan.

BACA JUGA:  Platform Menulis Makin Beragam, Tapi Tetap Kontrol Diri

Kampus swasta ini telah menjelma menjadi garda terdepan di Bali, bahkan di Indonesia Timur, dalam menjawab tantangan teknologi yang berkembang pesat. Ketika banyak kampus lain sibuk mengejar akreditasi, STIKOM Bali justru sudah ikut berdiskusi dengan para pemikir nasional dalam Musyawarah Nasional (MUNAS) ke-VII Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (APTISI) di Bandung.

Di forum tersebut, STIKOM Bali tidak datang untuk sekadar hadir, melainkan untuk mengusung semangat inovasi, sinergi, dan kolaborasi demi mewujudkan Indonesia Emas 2045. Rektor ITB STIKOM Bali, Dr. Dadang Hermawan, menegaskan, “Transformasi pendidikan tinggi itu bukan wacana. Harus ada aksi nyata.”

Kampus ini juga aktif menyusun strategi komunikasi, memperkuat jejaring antar-lembaga, dan mendorong kolaborasi multipihak. STIKOM Bali sadar bahwa di dunia yang didominasi teknologi, tantangan masa depan adalah soal sumber daya manusia (SDM). Oleh karena itu, kampus ini tak hanya sekadar mengajar, tetapi juga membentuk lulusan yang adaptif, kreatif, dan peka terhadap tantangan zaman. Mereka tidak hanya meluluskan sarjana yang siap bekerja, tetapi juga yang mampu menciptakan lapangan pekerjaan.

BACA JUGA:  Palegongan Klasik di Panggung Ksirarnawa

Di saat kampus swasta lain masih berkutat dengan masalah kuota WiFi, STIKOM Bali sudah melangkah lebih jauh. Mereka menggabungkan teknologi, bisnis, dan seni sebagai senjata utama untuk melakukan transformasi.

Langkah ini sejalan dengan arah kebijakan nasional yang kini berada di tangan Prof. Brian Yuliarto, Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Mendiktisaintek) yang baru dilantik pada Februari 2025. Sebagai pakar nanoteknologi yang masuk dalam daftar 2% ilmuwan dunia versi Stanford, beliau membawa pendidikan tinggi Indonesia ke ranah inovasi yang lebih maju.

BACA JUGA:  Sekda Dewa Made Indra: Bali QRIS Summer Run Edukasi Cinta Rupiah dan Peduli Lingkungan

Namun, di balik semua pencapaian ini, ada satu kunci penting: kebersamaan. Dr. Dadang Hermawan menekankan bahwa perguruan tinggi swasta (PTS) tidak bisa berjalan sendiri. Masa depan tidak dibangun oleh satu kampus, melainkan oleh ekosistem pendidikan tinggi yang solid, inovatif, dan saling belajar.

Melalui forum APTISI, STIKOM Bali mempertegas posisinya sebagai lokomotif perubahan, bukan sekadar kampus. Mereka bukan hanya pencetak ijazah, tetapi juga penggerak gagasan. Di dunia yang semakin digital, kampus yang stagnan akan punah. Namun, kampus seperti ITB STIKOM Bali tidak hanya bertahan, tetapi juga terus melaju dengan penuh percaya diri, siap membawa Indonesia terbang menuju 2045.

Editor: Anto.

.

Bagikan: