Menko Yusril Soroti Inkonsistensi Putusan MK: Peringatkan Bahaya Negative Legislator Menciptakan Norma Baru, Berpotensi Picu Sengketa Kewenangan Lembaga Negara
Foto: Prof. Yusril Ihza Mahendra, SH. M.Soc.Sc, PhD Guru Besar Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Indonesia

TANGERANG SELATAN, Letternews.net – Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Prof. Dr. Yusril Ihza Mahendra, S.H., M.Sc., menyampaikan studium general yang kritis mengenai inkonsistensi kewenangan Mahkamah Konstitusi (MK). Acara ini diselenggarakan di Fakultas Hukum (FH) Universitas Pamulang (UNPAM), Sabtu (29/11/2025).
Dalam paparannya, Menko Yusril menyoroti praktik MK yang melampaui batas kewenangannya sebagai “negative legislator”—lembaga yang hanya berwenang membatalkan undang-undang yang bertentangan dengan UUD 1945.
“MK sejatinya adalah negative legislator: dapat membatalkan sebuah undang-undang yang bertentangan dengan konstitusi dan tidak berwenang membuat norma baru. Dalam praktik, hal tersebut tidak berjalan dengan konsisten. Kadang kala terjadi, MK membatalkan sebuah norma untuk kemudian menciptakan norma baru (sebagai pengganti),” jelas Menko Yusril.
Ancaman Sengketa Kewenangan dan Persoalan Ketatanegaraan Masa Depan
Menko Yusril mengingatkan bahwa kewenangan menciptakan norma baru, sesuai UUD 1945, mutlak dimiliki oleh lembaga legislatif: Presiden dan DPR. Praktik judicial activism atau pembuatan norma baru oleh MK ini, menurutnya, berpotensi menimbulkan sengketa kewenangan antarlembaga.
“Tidak terbayangkan oleh orang yang mempelajari hukum tata negara, ketika pada akhirnya MK harus mengadili sengketa yang melibatkan dirinya sendiri,” imbuhnya.
Ia menekankan bahwa jika MK tidak dapat menahan diri dan terus bergerak melampaui kewenangan yang diberikan konstitusi, hal ini akan menciptakan persoalan ketatanegaraan yang besar di masa depan, mengganggu keseimbangan kekuasaan trias politica di Indonesia.
Oleh karena itu, studium general Menko Yusril di FH UNPAM ini menjadi seruan penting bagi para akademisi dan praktisi hukum untuk kembali menegaskan batasan konstitusional MK.
Editor: Rudi.








