Menimbang Keadilan: Hukuman Mati dalam Perspektif Pelaku, Korban, dan Keluarga Korban

 Menimbang Keadilan: Hukuman Mati dalam Perspektif Pelaku, Korban, dan Keluarga Korban

Foto: Gambar

JAKARTA, Letternews.net – Hukuman mati terus menjadi perdebatan hangat di Indonesia, menimbulkan pertanyaan mendalam tentang relevansinya dalam sistem hukum. Apakah hukuman ini benar-benar mencerminkan keadilan, atau justru bertentangan dengan prinsip moral?

Dalam artikel yang dirilis Humas MA pada Kamis (18/9/2025), perdebatan ini disorot dari berbagai sudut pandang, terutama setelah seorang calon Hakim Agung ditanya mengenai pengalamannya menjatuhkan vonis mati dalam uji kelayakan di DPR.

BACA JUGA:  Hakordia Gelorakan Semangat Budaya Anti Korupsi Yang Jadi Identitas Bangsa

Kontroversi dalam Sistem Hukum

Hukum positif Indonesia mengakui hukuman mati untuk kejahatan berat seperti terorisme, narkotika, atau pembunuhan berencana. Namun, banyak pihak, termasuk aktivis HAM, berpendapat hukuman ini tidak sejalan dengan hak asasi manusia. Di sisi lain, ada yang meyakini hukuman mati adalah alat efektif untuk efek jera.

Perbedaan pandangan ini seringkali berasal dari dua sudut pandang: moralitas dan keadilan. Pandangan moral menentang hukuman mati karena dianggap melanggar hak hidup seseorang. Sementara itu, pandangan keadilan berargumen bahwa hukuman mati diperlukan untuk memberikan keadilan setimpal bagi korban dan keluarganya, terutama dalam kasus kejahatan yang sangat kejam seperti pembunuhan dengan mutilasi.

BACA JUGA:  KPU Kota Denpasar Musnahkan Arsip Dinamis Inaktif

Hukuman Mati di Berbagai Negara

Artikel ini membandingkan penerapan hukuman mati di beberapa negara:

  • Amerika Serikat: Hukuman mati masih diterapkan di beberapa negara bagian seperti Texas dan Florida, namun banyak yang telah menghapusnya atau melakukan moratorium. Prosesnya sangat ketat, tetapi masih ada kritik terkait bias rasial.
  • Uni Eropa: Semua negara anggota Uni Eropa secara tegas melarang hukuman mati sebagai syarat keanggotaan.
  • Prancis dan Inggris: Menghapuskan hukuman mati pada tahun 1981 dan 1965, didorong oleh pertimbangan kemanusiaan dan kekhawatiran eksekusi yang salah.
  • Jepang: Masih mempertahankan hukuman mati, tetapi eksekusi jarang dilakukan dan proses pengadilannya sangat panjang.
BACA JUGA:  PDIP Memanas Puan atau Ganjar Pranowo

Jalan Tengah Melalui Konsep Diyat

Penulis artikel, H. Asmu’i Syarkowi, mengemukakan bahwa hukuman mati harus ditinjau ulang dari fungsinya, yaitu tidak hanya sebagai hukuman kuratif tetapi juga preventif.

Ia mengusulkan konsep Diyat sebagai jalan tengah. Diyat adalah konsep hukum Islam yang memungkinkan pelaku mendapat pengampunan dengan membayar sejumlah tebusan kepada keluarga korban. Konsep ini dipandang adil karena tidak hanya mempertimbangkan pelaku dan korban, tetapi juga memberikan keadilan bagi keluarga korban yang mungkin kehilangan penopang hidup.

“Konsep diyat ini dipandang dapat diterapkan sebagai jalan tengah yang sangat adil,” tulis Asmu’i. Ia menambahkan bahwa konsep ini sejalan dengan prinsip restorative justice yang kini mulai dikembangkan di Indonesia, di mana keadilan tidak hanya berfokus pada hukuman, tetapi juga pemulihan bagi semua pihak yang terlibat.

Editor: Rudi.

.

Bagikan: