Gong Kebyar Wanita di PKB 2025: Badung dan Gianyar Tampil Mempesona, Penonton Terpukau
Foto: Gong Kebyar Wanita di PKB 2025

Denpasar, Letternews.net — Panggung Ardha Candra kembali bergemuruh. Senin malam, 7 Juli 2025, ribuan pasang mata tak beranjak menyaksikan parade Gong Kebyar Wanita, salah satu sesi paling dinanti dalam rangkaian Pesta Kesenian Bali (PKB) ke-47. Dua duta kabupaten—Badung dan Gianyar—tampil memikat, memadukan kepiawaian memainkan gamelan, menari, dan menyanyikan tembang Bali (sandyagita) dalam harmoni nan memukau.
Malam itu, Sekaa Gong Wanita Karang Asti Komala dari Desa Adat Ungasan, Kuta Selatan, tampil mewakili Kabupaten Badung. Sementara Gianyar menurunkan duta kebanggaannya: Sanggar Sanjiwani Arena Sukawati Satu dari Desa Sukawati. Keduanya tampil dengan komposisi garapan yang berbeda, namun sama-sama meninggalkan kesan mendalam bagi penonton yang memadati setiap sudut arena.
Badung: Seruan Spiritualitas dalam Tiga Garapan
Duta Badung membuka penampilan dengan Tabuh Telu kreasi bertajuk “Yogiswara”, karya yang merefleksikan dinamika spiritual Bali masa kini. Mengangkat tema paradoks kehidupan modern yang mengganggu keseimbangan alam dan sosial, garapan ini mengajak penonton merenung dan “meyasa kerthi”—berupaya menjaga keajegan Bali dari terpaan negatif.
Selanjutnya, para penari membawakan Tari “Tedung Jagat”, yang menjadi alegori kepemimpinan luhur dalam balutan filosofi Asta Brata. Tarian ini merupakan karya PKB tahun 2018 yang kembali hidup, menampilkan pemimpin sebagai pelindung rakyat—seumpama payung bagi semesta.
Sebagai penutup, mereka menyuguhkan Sandyagita “Jagat Hita”, karya vokal penuh harmoni yang memadukan tembang Bali dengan spirit mokshartam jagadhita. Dengan nuansa spiritual dan vokal paduan suara wanita yang lembut namun bertenaga, garapan ini menebar pesan toleransi dan keharmonisan antar sesama.
I Made Suada, Koordinator Gong Kebyar Wanita Badung sekaligus prajuru Desa Adat Ungasan, mengungkap bahwa penampilan ini melibatkan puluhan seniman dari 15 banjar. “Kami menyatukan energi anak-anak muda dari seluruh Desa Ungasan. Ini bukan sekadar pentas, tapi juga pernyataan budaya dan kebersamaan,” jelasnya.
Gianyar: Dinamika Remaja dan Refleksi Kosmis
Gianyar membalas penampilan Badung dengan sajian tak kalah memikat. Mereka membuka dengan Tabuh Telu Lelambatan “Kebyar Jingga”, komposisi bernuansa lembut namun energik. Susunan melodi dan ritme memikat telinga, menyusun atmosfir yang membawa penonton larut dalam keindahan struktur tabuh Bali klasik yang dikemas modern.
Lalu muncullah Tari Kreasi “Manyelonte”, garapan yang menggambarkan kehidupan remaja putri masa kini: dinamis, penuh warna, dan terombang-ambing antara tren media sosial, tekanan sosial, serta pencarian jati diri. Karya ini merupakan hasil rekonstruksi dari tari “Satya Dwaya” yang diciptakan tahun 1997 oleh maestro Cokorda Istri Putra Padmini dan I Wayan Darya.
Sebagai penutup, Gianyar mempersembahkan Sandyagita “Telung Dasa Telu”, garapan musikal kontemplatif yang menyuarakan keharmonisan kosmik. Dengan pendekatan teatrikal dan nada-nada spiritual, garapan ini membawa penonton pada pengalaman transenden—sebuah meditasi kolektif melalui musik dan gerak.
Penonton Terpukau, Panggung Terpenuhi
Kehadiran Gubernur Bali Wayan Koster dan Bupati Badung I Nyoman Giri Prasta menambah semarak malam itu. Sorak dan tepuk tangan bergema nyaris di setiap jeda penampilan. Para penabuh wanita, yang biasanya berada di balik layar panggung tradisi, malam itu tampil sebagai pusat perhatian yang mencuri hati publik.
PKB kembali membuktikan bahwa seni tradisi, khususnya Gong Kebyar Wanita, tidak hanya lestari, tapi juga berevolusi dengan visi kuat, menyentuh isu-isu kekinian dan tetap berpijak pada akar budaya.
Malam itu bukan sekadar parade. Ia adalah perayaan jiwa Bali yang terus menyala
Editor: Anto.








