Terungkap Perbekel Lama Sudah Tolak PT SBH Mohon Tanah Negara di Pancasari

Foto: Wayan Darsana mantan Perbekel Desa Pancasari dan I Wayan Komiarsa (kaca mata), Perbekel
Buleleng, Letternews.net — Dugaan permainan dalam penguasaan tanah negara kembali mencuat di kawasan Buyan, Desa Pancasari Kecamatan Sukasada Buleleng.
Kali ini sorotan tertuju pada sikap berbeda dua kepala desa (perbekel) Desa Pancasari dalam menghadapi langkah PT Sarana Buana Handara (SBH) yang berupaya mengambil alih tanah negara setelah hak guna bangunan (HGB) berakhir lebih dari 13 tahun lalu.
“Kita sudah tolak dulu sekitar tahun 2018, permintaan PT SBH untuk memohon lahan itu. Bahkan saat itu juga Bupati Buleleng Pak Agus juga menolak. Kita sudah bersurat resmi ke PT SBH. Bukti arsipnya pasti masih ada di kantor desa,” ungkap Wayan Darsana mantan Perbekel Desa Pancasari kepada wartawan di Buleleng, Rabu (18/05/3025)
Wayan Darsana juga menyampaikan, hak PT SBH sudah berakhir tahun 2012. Selain itu ditegaskan, selama ini pihak PT SBH juga tidak memanfaatkan lahan itu sesuai peruntukan hak diberikan pemerintah.
Bahkan setelah penolakan itu, pihaknya mengaku sempat bertemu dengan Direktur PT SBH untuk memastikan surat penolakannya sudah diterima.
“Kami juga sempat bertemu Bu Aliza setelah itu. Dan beliau bilang hanya fokus urus lapangan golf. Makanya kita mulai tata lahan itu lewat Bumdes bersama warga yang puluhan tahun tinggal di sana. Kalau sekarang ingin dimohon lagi, mungkin dilihat sudah bagus atau ada faktor lain,” ungkapnya.
Apa disampaikan mantan Perbekel Wayan Darsana berbeda jauh dengan Perbekel Pancasari sekarang Wayan Komiarsa, terkait tindakan kontroversialnya dalam menandatangani permohonan PT SBH merebut kembali tanah negara.
Hal ini memunculkan pertanyaan besar, mengingat PT SBH mengajukan permohonan HGB tanpa disertai site plan atau rencana pembangunan yang jelas.
Sebelumnya, dalam klarifikasinya kepada awak media pada Senin (23/12/2024) di Kantor Desa Pancasari, Wayan Komiarsa berdalih, bahwa ia menandatangani dokumen tersebut sebagai bagian dari proses administrasi.
“Kami hanya memfasilitasi permohonan yang diajukan oleh PT Sarana Buana Handara. Kami telah menandatanganinya untuk mengetahui dan mengikuti proses yang berlaku,” ujarnya.
Berdasarkan informasi yang dikumpulkan awak media, situasi berubah sejak pergantian kepemimpinan desa. Perbekel yang sekarang justru dinilai membuka ruang bagi manuver PT SBH. Salah satu langkah kontroversial adalah saat perangkat desa menghadirkan pihak-pihak yang mengaku sebagai penggarap tanah negara, padahal beberapa di antaranya diduga baru muncul setelah HGB PT SBH berakhir lebih dari satu dekade lalu.
“Ini ironi. Saat Perbekel Lama menjaga tanah negara agar tidak jatuh ke tangan swasta, sekarang justru pemerintah desa terkesan memfasilitasi proses pengalihan lahan itu,” ujar Gede Budiasa, salah satu perwakilan dari Garda Tipikor (Tindak Pidana Korupsi) Kabupaten Buleleng.
Ia menambahkan, status tanah negara seharusnya menjadi perhatian serius pemerintah, bukan malah dibiarkan diklaim oleh perusahaan lewat jalur manipulatif.
“Setelah HGB mati, status tanah kembali ke negara. Kalau sekarang ada yang ngaku-ngaku penggarap belakangan, itu akal-akalan,” ujarnya geram.
Gede Budiasa mendesak instansi seperti BPN, Pemkab Buleleng, dan Pemprov Bali untuk turun tangan menyelidiki dugaan rekayasa klaim dan menindak pihak-pihak yang mencoba melemahkan status tanah negara demi kepentingan korporasi. Mereka juga meminta peran aktif aparat penegak hukum agar proses ini tidak terus menjadi ajang perdagangan kewenangan di tingkat desa.
Editor: Anto.