Terminal LNG Terapung di Serangan Ditolak Warga, Kekhawatiran Soal Lingkungan dan Keselamatan Mencuat
Foto: Bendesa Adat Serangan, I Nyoman Gede Pariatha (kiri) dan aktivis lingkungan I Wayan Patut (kanan) menyuarakan kegelisahan warga Desa Adat Serangan

DENPASAR, Letternews.net – Rencana pembangunan terminal LNG terapung (floating terminal) di sekitar perairan Desa Adat Serangan menuai penolakan keras dari warga setempat. Keresahan ini muncul karena kurangnya sosialisasi dan komunikasi dari pihak proyek, serta kekhawatiran akan dampak buruk terhadap lingkungan dan kehidupan sosial-ekonomi masyarakat.
Menurut warga, penolakan ini didasarkan pada beberapa alasan utama:
- Minimnya Komunikasi: Warga merasa tidak dilibatkan secara memadai dalam proses sosialisasi proyek.
- Perubahan Lokasi: Ada kebingungan terkait perubahan titik pembangunan dari rencana awal 500-700 meter menjadi 3,5 kilometer dari pantai tanpa penjelasan resmi yang transparan.
- Ancaman Lingkungan dan Keselamatan: Proyek ini dikhawatirkan dapat membahayakan Pura Sakenan dan kawasan konservasi Tahura yang memiliki nilai sejarah dan ekologis. Risiko kebocoran atau ledakan juga menjadi kekhawatiran serius, mengingat lokasinya yang dekat dengan jalur umum dan Bypass Ngurah Rai.
- Dampak Ekonomi: Pembangunan terminal LNG dianggap dapat mengancam sektor pariwisata dan ekonomi lokal yang sedang berkembang pesat di Serangan.
Bendesa Adat Serangan, I Nyoman Gede Pariatha, menegaskan bahwa warga telah melayangkan surat resmi kepada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) pada 15 September 2025 untuk meminta kejelasan. “Harapan kami sederhana: duduk bersama, bicara terang-terangan. Masyarakat perlu mendapat pemahaman utuh,” tegasnya.
Hingga saat ini, masyarakat Desa Adat Serangan masih menunggu jawaban resmi dari KLHK dan pihak investor. Para aktivis lingkungan juga menyarankan agar terminal tersebut dibangun di lokasi yang lebih aman, seperti di Karangasem atau Celukan Bawang.
Editor: Rudi.








