Letternews.net — Sidak gabungan dari Desa Adat Kuta dan Bank Indonesia (BI) Provinsi Bali, Kamis (4/8) sore, menemukan ada lima usaha yang diminta membuat surat pernyataan dan kembali ditempelkan stiker segel.
Pasalnya kelima usaha itu kedapatan masih beroperasi walaupun sudah sempat disegel dari penertiban yang dilakukan sebelumnya. Bahkan, salah satu usaha money chaner menolak untuk menandatangani surat pernyataan. Alasan penolakan karena menghadap kepada BI, untuk menyatakan keberatan atas hal tersebut.
Menurut keterangan Manajer Fungsi Pengawasan Sistem Pembayaran dan Perizinan BI wilayah III Bali Nusa Tenggara, Ni Putu Sulastri, usaha yang menolak untuk menandatangani pernyataan tersebut memang sebelumnya memiliki izin usaha yang terdaftar di BI. Namun izin usaha tersebut sudah dicabut dan tidak berlaku lagi. Bahkan usaha itu sudah sempat ditempelkan stiker, namun diketahui masih beroperasi. “Jadi usaha itu sebenarnya izinnya sudah kita cabut, dan tidak boleh melakukan operasional lagi. Karena mereka membantah dan tidak mau menandatangani surat pernyataan, maka akan ada tindak lanjut lebih jauh lagi. Akan ada proses dari instansi terkait,” katanya, Kamis (4/8).
Diakuinya izin usaha money changer yang terletak di Jalan Wana Segar itu dicabut karena usaha itu tidak melakukan penyesuaian atas persyaratan terbaru yang di keluarkan BI terhadap izin usaha money changer. Pada tahun 2016 lalu, syarat terbaru yang dikeluarkan BI adalah terkait standar pendidikan pengurus yang wajib dipenuhi usaha money changer. Yaitu tenaga SDM, direktur dan komisaris usaha money changer minimal harus sudah Diploma III. Untuk memproses itu, BI memberikan tenggang waktu sampai 5 tahun untuk mengurus hal itu. Sampai akhirnya masa tenggang waktu itu habis di tahun 2021, sehingga izin usaha tersebut kemudian dicabut berbarengan dengan habisnya izin berlaku usaha money changer yang diterbitkan sebelumnya.
“Jadi jika usaha itu ingin legal, persyaratan itu saja diurus sudah bisa beroperasi kembali kok. Tidak sulit mengurus izin di BI dan tidak ada membayar sama sekali alias gratis,” kata Putu Sulastri.
Proses pengurusan lisensi usaha money changer yang diajukan kepada BI, ditegaskanya cukup mudah. Namun memang usaha itu harus berbadan hukum dengan bentuk Perseroan Terbatas (PT) yang seluruh sahamnya dimiliki oleh WNI. Selan itu, jumlah modal yang disetorkan Rp 250 juta. Dana itu pun bukan disetor ke BI, tapi ke depannya untuk operasional perusahaan terkait. “Ada juga syarat administrasi lain yang harus dipenuhi untuk mendirikan money changer. Termasuk kualifikasi pendidikan pengurus money changer,” tandasnya.
Sebelumnya diberitkan, Desa Adat Kuta bersama Bank Indonesia melakukan sidak usaha money changer ilegal yang tersebar di seluruh wilayah Kuta pada Kamis (4/8) sore. Sidak tersebut menyikapi laporan terkait adanya keluhan wisatawan yang dirugikan dengan keberadaan money changer ilegal di Kuta tersebut. Sayangnya, saat sidak berlangsung banyak money changer yang sudah kosong dan tidak ada pemiliknya.
(LN/DAR/RL)