Pers: Ketika Batas Wartawan dan Warganet Makin Tipis di Era Digital

 Pers: Ketika Batas Wartawan dan Warganet Makin Tipis di Era Digital

Foto: Ilustrasi

DENPASAR, Letternews.net – Dunia pers Indonesia kini berada di persimpangan jalan, di antara idealisme yang diatur Undang-Undang dan kenyataan serbacepat media sosial. Dalam catatan refleksinya, penulis Wayan Suyadnya menyoroti paradoks yang terjadi ketika karya jurnalistik profesional bersaing ketat dengan unggahan warganet yang viral, membuat batas antara keduanya menjadi sangat tipis.

Suyadnya menegaskan bahwa pondasi kerja wartawan sejati adalah Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers dan hati nurani. Wartawan sejati tahu bahwa pena, mikrofon, dan kamera adalah perpanjangan dari nurani publik.

BACA JUGA:  Public Lecture FTP Unwar: Ny. Putri Koster Tekankan Peran Generasi Muda dalam Ekonomi Kreatif

Integritas vs. Kartu Pers

Kritik utama diarahkan pada fenomena self-proclaimed jurnalis di media sosial. Suyadnya menjelaskan bahwa status wartawan sejati bukan ditentukan oleh kartu yang digantung di dada, melainkan oleh integritas yang tertulis di nurani.

“Banyak yang mengaku wartawan hanya karena punya kamera dan akun media. Mengaku jurnalis hanya karena bisa menulis tajam di medsos,” tulis Suyadnya.

Padahal, karya jurnalistik memiliki makna yang jauh lebih dalam. Ia harus melalui proses jurnalistik yang ketat, disaring oleh redaktur, dijaga oleh kode etik, serta dilindungi oleh hak jawab dan hak tolak. Kontras dengan media sosial, di mana Undang-Undang ITE siap menanti di ujung jari ketika masalah muncul, bukan UU Pers yang melindungi.

BACA JUGA:  Tjokorda Oka Artha Ardana Sukawati Nahkodai Gerakan Pramuka Bali 

Benteng Terakhir Peradaban Informasi

Ironisnya, masyarakat kini seringkali tak peduli dari mana informasi itu datang. Kegagalan membedakan antara informasi yang terverifikasi dan gosip digital menjadi ancaman serius bagi peradaban informasi.

Suyadnya menekankan, di tengah badai digital, kecerdasan penerima berita menjadi benteng terakhir. Ia mengingatkan kembali pentingnya rumus 5W+1H sebagai “pisau bedah akal sehat” untuk memverifikasi kebenaran.

Di zaman di mana trending lebih cepat daripada fakta, wartawan sejati adalah mereka yang tetap berani memegang pena dengan tanggung jawab, berdiri sebagai penjaga antara kebebasan dan kehati-hatian, serta antara suara publik dan suara hati.

Ditulis oleh: Wayan Suyadnya
Editor: Rudi.

.

Bagikan: