Kwarda Bali Apresiasi Jambore Cabang Denpasar 2025: “Pramuka Sekolah Kehidupan di Alam Terbuka”
Pendidikan: Saat Negara Janjikan Gratis, Sekolah Justru Pungut Uang Komite

Foto: Gambar Uang
Denpasar, Letternews.net – Sebuah pesan berantai di grup WhatsApp orang tua siswa sekolah dasar di Denpasar memicu perdebatan: rapat komite sekolah memutuskan adanya pungutan uang komite. Kabar ini menyoroti sebuah paradoks besar dalam dunia pendidikan, di mana janji pendidikan gratis dari negara seolah berbenturan dengan realitas di lapangan.
Situasi ini menjadi ironis mengingat Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional telah menggratiskan pendidikan dasar, yang dikuatkan oleh putusan Mahkamah Konstitusi. Negara juga telah menetapkan wajib belajar sembilan tahun sebagai kewajiban mutlak. Namun, di saat yang sama, sekolah-sekolah di Denpasar justru membebankan pungutan kepada orang tua dengan dalih uang komite.
Pungutan Komite vs. Program Unggulan Pemerintah
Pungutan ini terasa semakin aneh ketika disandingkan dengan program-program unggulan yang dicanangkan pemerintah. Presiden Prabowo sedang gencar mengimplementasikan program makan bergizi gratis untuk siswa, sebuah inisiatif mulia demi melahirkan generasi yang sehat, kuat, dan cerdas. Namun, logika ini terputus ketika sekolah yang seharusnya menjadi ujung tombak program justru memungut uang dari orang tua.
Pertanyaannya, bagaimana mungkin anak-anak diharapkan tumbuh unggul, sementara fondasi pendidikan mereka ditopang oleh praktik yang bertentangan dengan hukum? Apakah Dinas Pendidikan Kota Denpasar dan Walikota tidak menjadikan program Presiden sebagai acuan dalam mengelola pendidikan di Denpasar?
Di sisi lain, Gubernur Bali Wayan Koster juga memiliki program ambisius “Satu Keluarga, Satu Sarjana“ untuk memberikan kesempatan kuliah bagi keluarga miskin. Visi ini akan sulit tercapai jika rintangan biaya sudah muncul sejak anak-anak duduk di bangku SD dan SMP.
Pendidikan Jujur untuk Generasi Berintegritas
Lebih dari sekadar persoalan biaya, praktik pungutan uang komite ini dianggap merusak moralitas sejak dini. Sekolah yang seharusnya menjadi benteng moral justru memberikan contoh buruk dengan mencari solusi finansial yang melanggar aturan. Guru sebagai teladan idealnya mengajarkan kejujuran, bukan melegalkan pelanggaran dengan dalih kesepakatan rapat.
Jika dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) memang tidak mencukupi, para pemangku kebijakan diharapkan bisa mencari solusi yang transparan dan jujur tanpa harus melanggar hukum. Pendidikan yang sederhana tetapi bersih dari cacat hukum jauh lebih berharga daripada pendidikan yang megah namun dibangun di atas fondasi yang rapuh.
Pada akhirnya, dari pendidikan yang bersih lahirlah generasi yang berintegritas. Dan hanya dari generasi berintegritas itulah, bangsa ini bisa benar-benar menjadi unggul.
Penulis: Wayan Suyadnya.
Editor: Rudi.