Para Rektor dari Berbagai Kampus di Bali Sebut Koster Pejuang Kesejahteraan Dosen

 Para Rektor dari Berbagai Kampus di Bali Sebut Koster Pejuang Kesejahteraan Dosen

Foto: Gubernur Bali periode 2018-2023 I Wayan Koster

Letternews.net — Para rektor dari berbagai perguruan tinggi di Bali menyebutkan bahwa Gubernur Bali periode 2018-2023 Wayan Koster adalah sosok pejuang kesejahteraan dosen dan juga para profesor. Sebab, perjuangan seorang Koster bagi kesejahteraan dosen bukan hanya dilakukan saat Koster menjadi Gubernur Bali, tetapi sejak pria asal Desa Sambiran ini menjadi anggota DPR RI dan duduk di Komisi X yang salah satunya membidangi pendidikan.

“Wayan Koster juga sangat konsen di dunia pendidikan. Saat menjadi anggota Komisi X DPR RI, ia banyak sekali membuat kebijakan terkait Perguruan Tinggi, Sertifikasi Guru dan Dosen yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen hingga Undang – Undang tentang Pendidikan Tinggi,” tegas Rektor Unmas Denpasar, Made Sukamerta.

BACA JUGA:  Tertutup Kasur Seorang Dosen Wanita Ditemukan Meninggal

Ia menjelaskan, berkat UU Guru dan Dosen, kini guru dan dosen ditetapkan sebagai tenaga profesional, melalui uji sertifikasi, berhak memperoleh tunjangan profesi sebesar 1 kali gaji pokok. Sehingga meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan guru dan dosen yang memiliki tugas mulia mencerdaskan anak bangsa.

Sedangkan, berkat UU Pendidikan Tinggi, kata dia, kini para guru besar atau profesor dan dosen secara otomatis pensiun pada umur 70 tahun. Sebelumnya pensiun umur 65 tahun, bisa diperpanjang setiap tahun sampai umur 70 tahun.

Kemudian, dosen dengan jabatan profesor berhak mendapat tunjangan profesi sebesar 1 kali gaji pokok, dan tunjangan kehormatan sebesar 2 kali gaji pokok. Dari tangan Wayan Koster, kata dia, para dosen total mendapat tambahan penghasilan sebesar 3 kali gaji pokok.

“Jadi, kalau menyangkut perjuangan pendidikan, Pak Wayan Koster paling top sering membantu,” tegas Made Sukamerta di hadapan dosen dan mahasiswa pada kuliah umum Koster belum lama ini.

BACA JUGA:  Prof. Ir. I Ketut Sudarsana, S.T., Ph.D. Resmi Jabat Rektor Universitas Udayana

Koster sendiri paham betul seluk beluk kehidupan guru dan dosen. Sebab, Koster sendiri adalah seorang pendidik yang akhirnya terjun ke dunia politik dan berjuang secara politik untuk kepentingan guru dan dosen. Sebagai seorang dosen yang mengajar di sejumlah perguruan tinggi ternama di Jakarta, Koster juga bersentuhan dengan para dosen yang memiliki gelar profesor, dimana penghasilan seorang profesor sangat tidak layak dibandingkan dengan tugasnya dalam mengajar, meneliti, dan pengabdian masyarakat sesuai Tri Dharma Perguruan Tinggi.

Selain penghasilan yang tidak layak, dosen yang bergelar profesor dipensiun pada umur 65 tahun, namun dapat mengajukan usulan untuk diperpanjang setiap tahun sampai pada umur 70 tahun. Koster berpandangan bahwa diperlukan dedikasi yang luar biasa dan waktu yang lama bagi seorang dosen untuk bisa mencapai gelar profesor, sehingga pada saat itu seorang bisa mencapai gelar profesor pada umur di atas 50 tahun, setelah mampu memenuhi sejumlah persyaratan antara lain, jumlah jam mengajar, jumlah penelitian, dan melakukan pengabdian masyarakat.  Oleh karena itu penetapan usia pensiun seorang profesor pada umur 65 tahun adalah terlalu cepat, mengingat pada usia tersebut, seorang profesor sedang mencapai kematangan dalam pengetahuan dan pengalaman, yang harusnya diberdayakan untuk berkontribusi pada kualitas pembangunan bangsa dan negara.

BACA JUGA:  Koster-Giri Komit Kolaborasi dengan Unud Bangun Bali

Bertitik tolak pada penghasilan seorang profesor yang sangat tidak layak, Koster berhasil memperjuangkan rumusan norma dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen yang mengatur seorang profesor berhak mendapat tunjangan profesi sebesar 1(satu) kali gaji pokok dan mendapat tunjangan kehormatan profesor sebesar 2 (dua) kali gaji pokok, maka penghasilan seorang profesor menjadi bertambah 3(tiga) kali  lipat, juga mendapat tambahan tunjangan fungsional, sehingga kehidupan seorang profesor menjadi jauh lebih sejahtera.

Koster juga berhasil memperjuangkan norma pengaturan dalam merumuskan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi, yang salah satu terobosannya sangat penting yaitu seorang profesor pensiun secara otomatis pada umur 70 tahun, tanpa perlu perpanjangan setiap tahun. Pengaturan ini sangat melegakan bagi seorang profesor, tidak disibukkan oleh urusan administratif setiap tahun untuk memperpanjang usia pensiun.

Reporter: Tim

.

Bagikan: