Kwarda Bali Apresiasi Jambore Cabang Denpasar 2025: “Pramuka Sekolah Kehidupan di Alam Terbuka”
Over-populasi Bukan Over-turisme: Menelaah Ulang Stigma ‘Overtourism’ di Bali

Foto: Wisatawan memadati kawasan wisata Pantai Kuta, Badung
Denpasar, Letternews.net – Kata overtourism sering kali menjadi perbincangan hangat ketika membahas kondisi pariwisata Bali. Namun, apakah istilah ini benar-benar sesuai dengan realitas di lapangan, ataukah hanya sekadar stigma yang lahir dari pandangan yang kabur? Sebuah analisis data dan fakta di lapangan menunjukkan bahwa Bali tidak mengalami overtourism, melainkan overpopulation.
Berdasarkan data yang ada, kunjungan wisatawan ke Bali terus meningkat. Dari Januari hingga Juni 2025 saja, tercatat 4 juta wisatawan asing dan 5,8 juta wisatawan domestik, dengan total 9,8 juta orang dalam satu semester. Angka ini diproyeksikan akan terus naik hingga akhir tahun, bahkan bisa mencapai 20 juta wisatawan, meningkat signifikan dari 16,42 juta wisatawan pada tahun 2024.
Meskipun angka kunjungan begitu tinggi, ada paradoks yang menarik. Tingkat okupansi hotel di Bali belum menyentuh 60 persen. Kamar-kamar hotel masih banyak yang kosong. Jika Bali benar-benar mengalami overtourism, logikanya para wisatawan akan berebut tempat menginap, serupa semut yang berebut remah gula. Namun, faktanya tidak demikian.
Lantas, apa yang menjadi dasar untuk menyatakan Bali mengalami overtourism?
- Kemacetan, sampah, dan kriminalitas sering dijadikan kambing hitam. Namun, apakah masalah-masalah ini sepenuhnya disebabkan oleh wisatawan atau justru oleh masalah internal yang tidak terselesaikan?
- Kita di satu sisi berteriak “over,” namun di sisi lain masih menuntut pembangunan bandara baru dan gencar mempromosikan Bali agar kunjungan semakin meningkat.
- Jika benar sudah overtourism, seharusnya langkah yang diambil adalah membatasi dan menyeleksi wisatawan. Namun, kenyataannya hotel dan agen perjalanan masih membuka pintu selebar-lebarnya, bahkan menerima backpacker dengan anggaran minim.
Overpopulation sebagai Masalah Utama
Analisis yang lebih jernih menunjukkan bahwa masalah sesungguhnya bukan pada jumlah wisatawan, melainkan pada jumlah penduduk yang terlalu padat. Bali dihuni oleh sekitar 4,4 juta penduduk tetap. Ketika ditambah dengan 20 juta kunjungan wisatawan dalam setahun, wajar jika pulau ini terasa sesak.
Sejak letusan Gunung Agung pada tahun 1963, Bali sudah menjadi pulau pengirim transmigran, menunjukkan bahwa kepadatan penduduk bukanlah isu baru. Kepadatan ini bukan disebabkan oleh tingkat kelahiran yang tinggi, melainkan oleh jumlah pendatang yang terus membludak tanpa seleksi dan pengawasan yang jelas.
Alih-alih menyalahkan pendatang, ironisnya, justru wisatawan yang sering dijadikan kambing hitam. Padahal, wisatawan adalah “gula” bagi perekonomian Bali. Mereka adalah sumber pendapatan yang vital.
Untuk itu, sebelum tergesa-gesa memvonis Bali overtourism, ada baiknya kita bercermin. Masalah sesungguhnya mungkin bukan pada wisatawan, melainkan pada cara kita mengelola Bali dan pada ketidakpedulian terhadap daya dukung lingkungan yang ada. Jika solusi yang ditawarkan adalah mengurangi wisatawan, mampukah kita melakukannya ketika okupansi hotel masih jauh dari penuh?
Penulis: Wayan Suyadnya
Editor: Rudi