Kwarda Bali Apresiasi Jambore Cabang Denpasar 2025: “Pramuka Sekolah Kehidupan di Alam Terbuka”
Menyatukan Visi Presiden dan Mahkamah Agung: Keadilan untuk Indonesia Merdeka

Foto: I Kadek Apdila Wirawan-Hakim PN Gianyar Kelas IB – Dandapala Contributor
Jakarta, Letternews.net – Pidato kenegaraan Presiden Republik Indonesia pada peringatan HUT ke-80 Kemerdekaan RI di Sidang Tahunan MPR, DPR, dan DPD, menegaskan bahwa kemerdekaan sejati adalah ketika bangsa ini merdeka dari kemiskinan, korupsi, dan ketidakadilan. Pesan ini memiliki benang merah yang kuat dengan Cetak Biru Pembaruan Peradilan 2010–2035 yang dirumuskan Mahkamah Agung (MA) dengan visi “Terwujudnya Badan Peradilan Indonesia yang Agung.”
Tentu saja, gagasan Presiden tentang pemberantasan korupsi dan perbaikan keadilan sosial menemukan refleksinya dalam strategi MA untuk membangun peradilan yang berintegritas, transparan, dan responsif.
Korupsi dan Distorsi Ekonomi: Akar Permasalahan yang Disorot Presiden
Presiden dalam pidatonya menegaskan bahwa korupsi masih merasuki birokrasi dan Badan Usaha Milik Negara (BUMN), dan dibutuhkan keberanian untuk menyelamatkan kekayaan negara. Hal ini sejalan dengan prinsip rule of law bahwa negara kuat hanya bisa berdiri di atas penegakan hukum yang adil.
Lebih lanjut, Presiden menyinggung distorsi dalam sistem ekonomi, seperti kelangkaan minyak goreng di negara penghasil sawit terbesar dan subsidi pupuk yang tidak sampai ke petani. Menurut Presiden, penyimpangan ini terjadi karena kita abai terhadap amanat UUD 1945, sehingga membutuhkan koreksi melalui sistem hukum dan peradilan yang kuat.
Cetak Biru MA: Peta Jalan Menuju Peradilan yang Agung
Visi MA “Terwujudnya Badan Peradilan Indonesia yang Agung” diimplementasikan melalui empat misi utama:
- Menjaga kemandirian badan peradilan.
- Memberikan pelayanan hukum yang berkeadilan.
- Meningkatkan kualitas kepemimpinan peradilan.
- Meningkatkan kredibilitas dan transparansi peradilan.
Nilai-nilai utama yang ditekankan MA, seperti integritas, akuntabilitas, dan keterbukaan, menjadi jawaban langsung terhadap problematika yang disorot oleh Presiden.
Benang Merah: Demokrasi, Pengawasan, dan Keadilan
Presiden menekankan bahwa demokrasi Indonesia adalah demokrasi gotong royong yang menuntut transparansi kekuasaan. Ini sejalan dengan visi Cetak Biru MA yang mendorong sistem pengawasan efektif dan keterbukaan informasi. Singkatnya, Presiden memberikan roh politik dan moral, sementara Cetak Biru MA menyediakan metodologi teknis untuk mewujudkan peradilan yang bersih dan berintegritas.
Cetak Biru MA mengimplementasikan visinya melalui berbagai cara dan metode, di antaranya:
- Penguatan Kemandirian Peradilan: Menjaga independensi lembaga dan hakim dari intervensi politik dan ekonomi, selaras dengan seruan Presiden untuk memerangi “penyakit” korupsi.
- Pelayanan Hukum yang Berkeadilan: Menyediakan layanan yang cepat, berbiaya ringan, dan berbasis digital, seperti e-court dan e-litigation, yang juga sejalan dengan seruan Presiden untuk efisiensi birokrasi.
- Kepemimpinan Peradilan yang Transformasional: Menghendaki pemimpin peradilan yang berani mengambil langkah korektif, tidak hanya kompeten secara yudisial, tetapi juga manajerial.
- Kredibilitas dan Transparansi: Mewujudkan transparansi melalui publikasi putusan online, keterbukaan anggaran, dan penguatan pengawasan internal maupun eksternal.
Secara keseluruhan, pidato Presiden menyediakan kerangka moral dan politik, sementara Cetak Biru MA menawarkan peta jalan teknis. Keduanya berangkat dari kesadaran yang sama: tanpa peradilan yang agung, cita-cita kemerdekaan untuk mewujudkan kesejahteraan dan keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia tidak akan pernah terwujud.
Editor: Rudi