Wawali Arya Wibawa Lepas Peserta Jambore VI Toyota Land Cruiser Indonesia
MAKI Soroti Konflik Kepentingan Praktik Rangkap Jabatan Anggota DPR RI

Foto: Koordinator MAKI Boyamin Saiman.
Jakarta, Letternews.net — Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) menyoroti potensi konflik kepentingan dalam praktik rangkap jabatan yang dilakukan oleh anggota DPR RI. Hal ini disampaikan Koordinator MAKI Boyamin Saiman, menyikapi kasus dugaan keterlibatan anggota DPR dalam proyek pengadaan.
Dikonfirmasi Letternews pada Jumat (20/6/2025), Boyamin menyatakan bahwa anggota DPR memiliki kewenangan legislatif yang mencakup fungsi pengawasan terhadap anggaran negara. Oleh karena itu, menurutnya, terdapat larangan bagi anggota DPR untuk menjadi komisaris atau direksi perusahaan yang memperoleh pekerjaan dari sumber pendanaan APBN, APBD, atau negara lain.
“Tugas DPR adalah mengawasi. Maka seharusnya tidak ikut mengambil pekerjaan-pekerjaan yang pendanaannya dari negara. Itu demi mencegah konflik kepentingan,” ujar Boyamin.
Ia menegaskan, apabila ada anggota DPR yang perusahaannya mendapatkan keuntungan tidak wajar dari proyek pemerintah, terutama saat situasi darurat seperti pandemi, maka seharusnya lembaga penegak hukum seperti KPK atau Kejaksaan Agung menyelidikinya.
“Kalau ada dugaan seperti itu, ya harus diselidiki. Kalau cukup dua alat bukti, bisa ditingkatkan ke penyidikan. Prinsipnya, hukum harus berlaku bagi siapa pun,” tegasnya.
Meski tidak menyebut nama atau perusahaan secara spesifik, Boyamin menegaskan bahwa semua pihak—termasuk anggota DPR—wajib bertanggung jawab bila terbukti menyalahgunakan kewenangan untuk mendapatkan keuntungan dari anggaran negara. Ia juga mengingatkan bahwa temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dapat dijadikan dasar awal untuk penyelidikan lebih lanjut.
“Apalagi kalau sudah ada putusan pengadilan dalam kasus pokoknya. Maka semua pihak terkait, termasuk yang diduga menggunakan kewenangan politiknya, harus dimintai keterangan,” tandas Boyamin.
Sebelumnya, pegiat antikorupsi asal Buleleng, Bali, Gede Angastia alias Anggas telah melaporkan Anggota DPR RI Gede Sumarjaya Linggih dari Fraksi Golkar ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) dan Kejaksaan Agung. Ia diduga melanggar Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 karena merangkap jabatan sebagai komisaris di PT Energi Kita Indonesia (EKI), yang ditunjuk langsung oleh Kementerian Kesehatan sebagai penyedia APD saat pandemi.
PT EKI kemudian terseret dalam kasus dugaan korupsi pengadaan APD Covid-19 senilai Rp 319 miliar. Tiga orang telah divonis dalam perkara ini, yakni mantan pejabat Kemenkes Budi Sylvana, Dirut PT EKI Satrio Wibowo, dan Dirut PT Permana Putra Mandiri Ahmad Taufik.
Namun, hingga kini, Gede Sumarjaya Linggih (GSL) masih berstatus sebagai saksi, dan belum ada proses hukum lebih lanjut terhadapnya.
Anggas menilai penunjukan langsung PT EKI hanya delapan hari setelah GSL menjabat sebagai komisaris, menunjukkan potensi konflik kepentingan. Ia mendesak agar aparat penegak hukum segera mendalami fakta-fakta ini.
“Korupsi pengadaan APD di masa pandemi adalah kejahatan luar biasa. Siapa pun yang terlibat harus diproses hukum, termasuk pihak yang diduga berperan di balik layar,” ujar Anggas dalam pernyataan kerasnya.
Editor: Anto