Karyawan Swasta Uji Materi Aturan Pindah Memilih

 Karyawan Swasta Uji Materi Aturan Pindah Memilih

Foto: Gedung Mahkamah Konstitusi (MK)

Letternews.net — Aturan pindah memilih sebagaimana tercantum dalam Pasal 348 ayat (4) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) diuji secara materiil ke Mahkamah Konstitusi (MK). Partai Buruh dan seorang karyawan swasta bernama Cecep Khaerul Anwar tercatat sebagai Pemohon Perkara Nomor 28/PUU-XXII/2024 tersebut. Kamis, 8 Februari 2024 dengan agenda Pemeriksaan Pendahuluan.

Dalam persidangan, Imam Nasef selaku kuasa Pemohon yang hadir secara daring menyampaikan Pemohon I menganggap berpotensi mengalami kerugian konstitusional dengan berlakunya Pasal 348 ayat (4) UU Pemilu. Hak konstitusional yang dirugikan, yakni kehilangan hak dan peluang untuk dapat dipilih sebagai peserta Pemilu Tahun 2024 dikarenakan dengan kondisi pemilih yang pindah lokasi memilih ke luar daerah pemilihan asalnya pada saat hari pemungutan suara.

BACA JUGA:  Bawaslu Sampaikan Masyarakat Harus Cerdas Memilah Informasi Agar Tidak Termakan Hoaks

“Pemohon I mengalami kerugian konstitusional yang bersifat spesifik (khusus) dan potensial yang menurut penalaran yang wajar dapat dipastikan akan terjadi akibat berlakunya Pasal 348 ayat (4) huruf a, huruf c, huruf d, dan huruf e UU 7/2017. Kerugian konstitusional yang Pemohon I alami bersifat spesifik (khusus) yaitu akan kehilangan hak dan peluang untuk dapat dipilih sebagai peserta pemilihan umum Tahun 2024. Dan kerugian konstitusional tersebut menurut penalaran yang wajar dapat dipastikan akan terjadi, karena Pemohon I yang sudah secara resmi ditetapkan sebagai peserta pemilihan umum Tahun 2024 oleh KPU, namun dapat dipastikan akan kehilangan hak dan peluang untuk dapat dipilih oleh Pemilih yang pindah lokasi memilih ke luar daerah pemilihan asalnya pada saat hari pemungutan suara,” ujar Imam dalam sidang yang dipimpin oleh Ketua MK Suhartoyo tersebut.

Sedangkan Pemohon II yang memiliki persoalan ekonomi, biaya, dan jarak terancam tidak dapat memilih pada hari pemungutan suara di TPS yang semula terdaftar (sesuai dengan alamat KTP). Pemohon mendalilkan hal tersebut terjadi karena dengan kondisinya tidak memungkinkan untuk pulang ke daerah yang menjadi tempat dirinya terdaftar sebagai pemilih (menyesuaikan alamat domisili/KTP). Menurut Pemohon, adanya ketentuan Pasal 384 ayat (4) UU Pemilu justru membatasi hak dan peluang para Pemohon untuk dipilih dan memilih, sebab dalam pasal a quo, pemilih pindahan hanya bisa memilih Presiden dan Wakil Presiden. Sedangkan, untuk melakukan pemilihan anggota DPR RI, DPD RI, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota tidak dapat dilakukan.

Dalam permohonannya, para Pemohon juga mengajukan provisi agar Majelis Hakim Konstitusi memprioritaskan pemeriksaan perkara ini dan menjatuhkan putusan sebelum pemungutan suara Pemilihan Umum 2024 yang akan dilaksanakan pada 14 Februari 2024 dengan tetap berpegang pada hukum acara yang berlaku di Mahkamah Konstitusi. Atas alasan-alasan tersebut, para Pemohon meminta MK untuk menerima dan mengabulkan permohonan Pemohon dan menyatakan Pasal 384 ayat (4) UU Pemilu bertentangan secara bersyarat (conditionally unconstitutional) dengan Undang-Undang Dasar 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

BACA JUGA:  Siap Hijaukan Bali, PLN Gandeng Swasta Perbanyak Infrastruktur SPKLU

Nasihat Perbaikan

Menanggapi permohonan tersebut, Hakim Konstitusi Ridwan Mansyur menyarankan agar Pemohon mengubah bagian kewenangan MK dalam permohonan. Ia mengatakan para Pemohon telah menjelaskan uraian mengenai kewenangan MK, namun salah mengutip pasal dalam PMK 2/2021. Seharusnya, lanjutnya, Pemohon mengutip Pasal 2 PMK 2/2021, bukan Pasal 1 angka 3 PMK 2/2021 yang merupakan ketentuan umum.

“Apakah tidak sebaiknya saudara kutip itu yang pasti dan tepat itu Pasal 2 yang memuat objek permohonan yang menjadi kewenangan MK. Kemudian juga Pemohon ini ‘kan ada dua, untuk itu Saudara pastikan lagi mengenai kedudukan hukumnya. Saudara uraikan khususnya untuk Pemohon II itu dikonfirmasi. Apakah telah melakukan pindah memilih dan dapat di dapil pemilihan berapa?” saran Ridwan.

Sementara itu, Hakim Konstitusi Arsul Sani meminta agar para Pemohon mencantumkan referensi untuk menguatkan dalil permohonan terutama dalil yang mengungkapkan bahwa aturan pindah memilih ini menyebabkan banyaknya pemilih tidak memilih alias golput.

BACA JUGA:  Diduga Oknum Tenaga Pengamanan PTPN Perkosa Keluarga Manager

“Untuk memperkaya dan menguatkan dalil atau alasan permohonan, akan lebih baik dan meyakinkan jika dilengkapi dengan referensi atau resources yang lebih valid. Misal, dari lembaga riset, KPU, Bawaslu, atau NGO tertentu seperti Perludem untuk lebih menguatkan,” saran Arsul.

Ketua MK Suhartoyo juga menyampaikan saran perbaikan agar para Pemohon menyederhanakan permohonan. Selain itu, ia juga menekankan kepada para Pemohon untuk memperbaiki kerugian konstitusionalnya terutama Pemohon I sebagai peserta Pemilu Tahun 2024.

BACA JUGA:  Dinas Kebudayaan Denpasar Siap Gelar Kembali Lomba Tari Barong Ket dan Mekendang Tunggal Remaja

“Sebenarnya kerugian dari organisasi dengan terhalangnya hak akibat adanya norma-norma ini. Kemudian berpotensi merugikan perolehan suara partai sebagaimana didalilkan tadi bahwa Partai Buruh akan menjadi kontestan (Pemilu Tahun 2024) dan dengan adanya norma ini akan menjadi terhalang pada saat kontestasi nanti banyak pemilih yang terhalang tidak bisa memilih di tempat tidak sesuai dengan DPT-nya,” ujarnya.

Sebelum menutup persidangan, Majelis Hakim Konstitusi menyampaikan para Pemohon diberi waktu 14 hari untuk melakukan perbaikan permohonan. Adapun perbaikan permohonan disampaikan ke MK paling lambat Selasa, 20 Februari 2024 pukul 09.00 WIB (LN/SIN)

.

Bagikan: