Izin Online: Lift Kaca Kelingking Menelanjangi ‘Nalar Pembangunan’ Bali
Foto: Proyek Lift Kaca

DENPASAR, Letternews.net – Polemik pembangunan lift kaca 182 meter di tebing Pantai Kelingking, Nusa Penida, Klungkung, semakin meruncing. Proyek yang diklaim untuk mempermudah akses wisatawan ini justru memicu kritik keras dari berbagai pihak, mulai dari DPRD hingga Gubernur, yang dianggap terlambat menyadari setelah “besi raksasa berdiri”.
Opini kritis yang beredar luas menyoroti paradoks perizinan di era digital. Pihak pengembang mengklaim proyek senilai ratusan miliar tersebut telah mengantongi izin OSS (Online Single Submission) yang “lengkap.” Namun, pertanyaan besar muncul: apakah izin tersebut lengkap karena datanya benar, atau hanya karena prosesnya yang cepat dan bersifat digital?
Ancaman Pidana dan Bahaya di Zona Rawan
Kritik paling keras datang dari DPRD Bali. Ketua Pansus Tata Ruang, Aset, dan Perizinan (TRAP), I Made Supartha, menegaskan bahwa lokasi proyek berada di zona rawan bencana.
“Kalau zona rawan sampai menelan korban, ancamannya bisa berat,” tegas Supartha, merujuk pada potensi sanksi pidana yang dapat menjerat pemberi izin jika terjadi pelanggaran tata ruang yang berakibat fatal.
Polemik ini menampilkan drama kontras di tubuh eksekutif daerah. Bupati Klungkung bersikeras bahwa izin sudah sah, sementara Gubernur Bali, Wayan Koster, ikut menyoroti kelemahan sistem pengawasan yang ada.
Kebutuhan Bali: Bukan Lift, Tapi Arah
Kritik publik menyimpulkan bahwa Bali saat ini bukan membutuhkan infrastruktur yang kontroversial seperti lift kaca, melainkan arah pembangunan yang jelas dan berpihak pada kelestarian alam.
Pertanyaan mendasar yang muncul adalah: “Kalau semua berlindung di balik OSS, siapa yang lindungi alam?”
Opini ini memperingatkan bahaya menunggu kesadaran kolektif. Jangan sampai penyesalan datang ketika bencana terjadi dan yang tersisa hanyalah puing-puing di atas tulisan “izin lengkap” yang pernah dikeluarkan secara digital. Publik kini menyaksikan perdebatan antara inovasi wisata dan integritas alam Bali.
Editor: Rudi.







