Tertimpa Pohon Tumbang di Monkey Forest 2 WNA Meninggal Dunia
Empat Hambatan Kerja KPK
Letternews.net — Ketua Sementara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nawawi Pomolango membeberkan empat poin penting terkait hambatan kerja-kerja pemberantasan korupsi di Indonesia.
Hal itu disampaikan Nawawi dalam acara penguatan antikorupsi untuk penyelenggara negara berintegritas atau paku integritas di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu 17 Januari 2024.
Kegiatan ini dihadiri oleh ketiga capres-cawapres, yakni Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (Cak Imin), Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, dan Ganjar Pranowo-Mahfud MD.
Mulanya, Nawawi menyoroti ketiadaan sanksi bagi penyelenggara negara yang tidak lengkap dan taat melaporkan harta kekayaan (LHKPN).
Pimpinan KPK berlatar belakang hakim tindak pidana korupsi (tipikor) itu menjelaskan Undang-undang Nomor 28 Tahun 1999 yang menjadi dasar bagi KPK melakukan pemeriksaan LHKPN tidak mengatur sanksi yang tegas.
“Akibatnya, saat ini kepatuhan penyampaian LHKPN secara lengkap diabaikan oleh sekitar 10 ribu dari 371 ribu penyelenggara negara,” kata Nawawi.
Dia merasa ironi penyelenggara negara yang tidak patuh melaporkan harta kekayaan tetap diangkat dalam jabatan pembantu presiden atau jabatan publik lainnya.
“Untuk itu, KPK meminta komitmen nyata dari calon presiden dan wakil presiden ketika nanti terpilih untuk menguatkan peran LHKPN dengan pemberian sanksi berupa pemberhentian dari jabatan publik pada pembantu presiden atau pimpinan instansi yang lembaganya tidak patuh terhadap kewajiban penyampaian LHKPN secara lengkap,” ucap Nawawi.
KPK, lanjut Nawawi, mengharapkan ada pemberhentian dari jabatan kepada penyelenggara negara ketika pemeriksaan LHKPN menunjukkan terdapat harta yang disembunyikan.
“Kami mohon agar presiden dan wakil presiden terpilih nantinya menjadikan LHKPN dan hasil pemeriksaan LHKPN sebagai salah satu kriteria bagi promosi pengangkatan seseorang dalam jabatan publik. KPK siap menyampaikan hasil pemeriksaan LHKPN kepada presiden untuk ditindaklanjuti,” kata dia.
Kedua, Nawawi menyoroti fungsi koordinasi dan supervisi yang menjadi dua dari tugas utama KPK sebagaimana diamanatkan Undang-undang.
“Ingin kami sampaikan pada forum ini kewenangan yang diberikan UU kepada KPK sebagai koordinator dan supervisor penanganan perkara-perkara tindak pidana korupsi tidak atau belum berjalan sebagaimana mestinya meskipun telah memiliki kebijakan, aturan, regulasi sebagai pedoman dalam pelaksanaan tugas tersebut,” terang Nawawi.
Ketiga, penguatan kelembagaan KPK. Nawawi ingin presiden terpilih menunjuk dan menyerahkan kepada DPR lima pimpinan dan Dewan Pengawas KPK yang cakap, secara teknis mempunyai kompetensi yang tinggi dan terbukti integritasnya, serta rekam jejak calon termasuk informasi yang disampaikan oleh kelompok masyarakat.
Menurut dia, presiden mempunyai peranan penting terhadap hal tersebut.
“Pilihan presiden atas kandidat pimpinan KPK dan Dewan Pengawas KPK yang cakap, berintegritas dan teruji ini akan menunjukkan komitmen penguatan terhadap lembaga KPK,” imbuhnya.
Terakhir, Nawawi ingin presiden dan wakil presiden terpilih berperan serta perihal perbaikan komunikasi dalam kerangka penegakan hukum. Hal tersebut berkaitan dengan pelaksanaan tugas koordinasi dan supervisi.
“Komunikasi yang lebih efektif antara KPK dengan Kejaksaan RI, Polri, termasuk dengan Tentara Nasional Indonesia harusnya dapat difasilitasi oleh presiden dan wakil presiden,” ucap Nawawi (LN/SIN)