Dijajah Sampah: Beranikah Melawan?

 Dijajah Sampah: Beranikah Melawan?

Foto: Sampah.

Denpasar, Letternews.net Di tengah riuh rendah perayaan kemerdekaan yang diramaikan dengan kibaran bendera Merah Putih dan alunan lagu perjuangan, Bali menghadapi “penjajah” yang berbeda, namun tak kalah merusak: sampah. Penjajah ini tak membawa senjata, melainkan tumpukan, bau, dan sikap abai kita sendiri. Sampah telah menjadi sumber perpecahan, saling tuding, dan perdebatan tak berujung, mengikis semangat gotong royong dan kebersamaan.

BACA JUGA:  Biaya Haji 2025 Turun Ini Penjelasannya

Pertanyaan mendasar pun muncul: mungkinkah Bali bebas dari sampah? Bisakah kita menikmati keindahan pulau ini tanpa gangguan? Jika Singapura dan Jepang mampu melakukannya, mengapa Bali tidak? Padahal, sejak zaman leluhur, Bali telah memiliki pedoman sakral bernama Tri Hita Karana, sebuah filosofi yang mengajarkan keseimbangan hidup antara manusia, Tuhan, dan alam. Ini adalah kunci emas yang sebenarnya tidak mengharuskan kita mencari solusi dari luar negeri. Cukup kembali pada jati diri dan ajaran leluhur.

Tentu saja, kita tidak boleh menutup mata terhadap kemajuan teknologi. Mungkin saja mesin pengolah sampah canggih atau regulasi ketat seperti di Singapura bisa menjadi solusi tambahan. Namun, inti dari segalanya adalah kesadaran dan kemauan. Seperti disampaikan oleh Wayan Suyadnya, Bali bersih bukanlah mimpi, melainkan janji yang bisa ditepati, asalkan ada kemauan yang kuat dari semua pihak.

Saat ini, banyak gerakan peduli lingkungan bermunculan di Bali, mulai dari komunitas hingga perorangan, yang turun tangan membersihkan sungai, pantai, dan jalanan. Ini adalah awal yang baik, sebuah bara kecil yang menyalakan harapan. Namun, bara ini tidak boleh padam setelah euforia perayaan kemerdekaan usai. Gerakan ini harus menjadi TSM (Terstruktur, Sistemik, dan Masif)—terorganisir, konsisten, dan berkelanjutan—agar sampah tidak lagi berani menjajah kita.

BACA JUGA:  Industri Jasa Keuangan Provinsi Bali Catat Kinerja Yang Solid dan Stabil

Selain itu, perlu adanya sistem hukuman dan penghargaan (punishment and reward) yang jelas. Hukuman tegas bagi mereka yang membuang sampah sembarangan dan penghargaan tulus bagi mereka yang berkomitmen menjaga kebersihan lingkungan. Kita membutuhkan pahlawan masa kini yang tidak hanya mengenang perjuangan melawan penjajah di masa lalu, tetapi juga berani berperang melawan “penjajah” sampah demi kemerdekaan sejati.

Sebab, kemerdekaan yang hakiki bukan hanya terbebas dari penjajah, tetapi juga terbebas dari kebiasaan buruk yang merusak alam tempat kita berpijak.

Editor: Anto.

.

Bagikan: