BPN Bali Diduga Bantu PT SBH Rebut Tanah Negara Lewat Penggarap Fiktif

 BPN Bali Diduga Bantu PT SBH Rebut Tanah Negara Lewat Penggarap Fiktif

Foto: Saat survai Di Desa Pancasari, Kecamatan Sukasada, Buleleng, Kantor Wilayah ATR/BPN Provinsi Bali

Buleleng, Letternews.net Saat Presiden Prabowo Subianto gencar menyuarakan perlindungan terhadap rakyat kecil dan pemberantasan mafia tanah, justru muncul dugaan manuver ganjil di tingkat daerah yang mencederai semangat tersebut.

Di Desa Pancasari, Kecamatan Sukasada, Buleleng, Kantor Wilayah ATR/BPN Provinsi Bali diduga memberi ruang kepada PT Sarana Bali Handara (SBH) untuk merebut kembali lahan yang sudah kembali menjadi tanah negara setelah izin HGB mereka habis lebih dari sepuluh tahun lalu.

BACA JUGA:  Sahara Putri Ayu Kenanga Gunawan, Sosok Inspiratif di Balik Suksesnya Training Raya Tingkat Nasional HMI Cabang Denpasar Bali

Perusahaan ini kini mengklaim lahan tersebut atas dasar perjanjian dengan seorang yang disebut sebagai penggarap. Namun pengakuan itu justru membuka kejanggalan: perjanjian baru ditandatangani tahun lalu, dan penggarap tersebut tidak pernah terlihat mengelola lahan selama bertahun-tahun sebelumnya. Lahan itu sendiri selama ini dibiarkan terbengkalai saat masih berada di bawah kendali perusahaan.

“Kalau model begini dianggap sah, ini preseden berbahaya. Siapa pun nanti bisa datang, bikin surat sepihak, lalu klaim tanah negara,” kata Jro Komang Sutrisna, kuasa hukum warga dan Bumdes yang selama ini mengelola lahan secara aktif untuk kepentingan masyarakat.

Jro Komang menegaskan bahwa secara hukum, HGB yang mati dan tidak diperpanjang otomatis membuat tanah kembali menjadi milik negara. Semua hak turunan dari HGB, termasuk penggarap, gugur demi hukum. Maka, munculnya penggarap baru setelah lebih dari satu dekade HGB berakhir, tanpa bukti sah dan tanpa jejak historis, patut disebut sebagai rekayasa.

Hal yang lebih membingungkan lagi, pihak BPN Bali ketika diminta menjelaskan status tanah tersebut, tak menjawab lugas. Mereka justru menyebutnya sebagai “tanah negara bekas HGB PT SBH”. Sebuah istilah abu-abu yang menyiratkan celah bagi perusahaan untuk kembali masuk, padahal secara hukum, tak ada lagi hak yang melekat.

Tak hanya BPN, kepala desa setempat juga dianggap warga berpihak ke perusahaan. Alih-alih membela warganya sendiri yang sudah puluhan tahun tinggal dan mengelola lahan tersebut, kepala desa justru ikut menyuarakan narasi yang menguntungkan PT SBH.

“Kami sudah hidup di sini sejak lama. Kami rawat, kami manfaatkan, kami tidak ganggu siapa pun. Tapi sekarang malah muncul istilah penggarap Bali Handara,” ucap salah satu warga Buyan.

Warga lain juga mempertanyakan sikap diam aparat dan pejabat yang terkesan menutup mata terhadap fakta lapangan.

BACA JUGA:  Antisipasi Gangguan Kamtibmas, Polda Bali Gelar Latihan Sispamkota: Kedepankan Humanisme dan SOP

“Pak Prabowo, mohon dengar suara kami. Ini tanah negara, bukan milik perusahaan. Jangan biarkan rakyat kecil dikalahkan oleh akal-akalan surat. Kalau begini terus, ke mana lagi kami harus mengadu?” kata warga lainnya.

Warga Buyan kini bersatu mempertahankan tanah yang telah mereka tempati dan kelola secara turun-temurun. Mereka berharap pemerintah pusat turun tangan dan tidak membiarkan lembaga-lembaga negara menjadi alat legitimasi bagi manuver segelintir korporasi yang sudah kehilangan dasar hukum.

Kabid Pengendalian dan Penanganan Sengketa Kanwil BPN Bali, Hardiansyah, S.H., M.H mengatakan kami berupaya memahami dan menyeimbangkan kepentingan antara warga dan pihak SBH. Perbekel dengan kewenangannya berusaha menjembatani proses agar keputusan yang diambil mengakomodasi kedua belah pihak. Kunjungan ke lapangan dilakukan untuk melihat langsung kondisi fisik serta memverifikasi data yang disampaikan.

“Kita berusaha melihat kepentingan SBH, melihat juga kepentingan warga.” Kata Hardiansyah.

BPN menegaskan bahwa SBH adalah bekas pemegang hak, sehingga warga diminta tidak terlalu menuntut secara sepihak. Meski disebutkan HGB SBH berakhir sejak 2012, statusnya saat ini bukan dibatalkan, melainkan masih dalam proses permohonan. Kehadiran BPN bertujuan untuk menindaklanjuti hal tersebut dan memastikan apakah prosesnya bisa dilanjutkan atau diselesaikan secara baik.

“Saya fikir ini bisa diselesaikan dengan baik.” Harap Hardiansyah.

BACA JUGA:  Jokowi Bentuk Badan Gizi Nasional

Sementara itu, Kuasa Hukum PT SBH Asep Jumarsa menjelaskan, pihaknya sudah mengajukan perpanjangan Hak Guna Bangunan (HGB) sejak tahun 2012, pasca hak tersebut telah usai masa berlakunya bagi mereka. Bahwa hasil mediasi sudah jelas: keinginan warga akan disampaikan melalui Perbekel, dan pihak SBH akan berkomunikasi langsung dengan Perbekel. Mereka menyatakan siap mengakomodasi warga sesuai data yang diberikan.

” Kami komitmen dari pihak Perbekel untuk memperhatikan warga juga diakui oleh pihak SBH sebagai dasar tindak lanjut. Jika ada warga yang tercecer dalam proses ini, disarankan langsung melapor ke Perbekel” Ucap Asep Jumarsa

Editor: Anto.

.

Bagikan: