Atas Silsilah dan Tanah Waris Jero Kepisah, Ahli Hukum Gugurkan Klaim Eka Wijaya
Foto: Saksi ahli Hukum Pertanahan dan Administrasi Negara dari Fakultas Hukum Universitas Udayana, Dr. Made Gde Subha Karma Resen

Denpasar, Letternews.net — Sidang lanjutan kasus dugaan pemalsuan silsilah dalam sengketa tanah antara AA Eka Wijaya (Jero Jambe Suci) dan AA Ngurah Oka (Jero Kepisah) kembali digelar di Pengadilan Negeri Denpasar, Selasa (15/7). Fakta hukum menarik terungkap dari keterangan ahli yang dihadirkan kuasa hukum Jero Kepisah.
Saksi ahli Hukum Pertanahan dan Administrasi Negara dari Fakultas Hukum Universitas Udayana, Dr. Made Gde Subha Karma Resen, menjelaskan bahwa Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) Nomor 5 Tahun 1960 menganut prinsip “lampaunya waktu”. Dalam hukum adat, kata dia, prinsip ini berarti hak seseorang atas tanah bisa hilang bila dibiarkan terlalu lama tanpa penguasaan fisik.
“Lampaunya waktu bisa menyebabkan hapusnya hak atas tanah. Dalam PP Nomor 24 Tahun 1997, penguasaan selama 20 tahun dengan itikad baik bisa dijadikan dasar untuk pencatatan,” jelasnya di hadapan majelis hakim.
Subha Karma menekankan bahwa bukti administratif seperti pipil, petok D, atau letter C hanya bersifat pelengkap. Yang paling penting adalah penguasaan fisik atas tanah secara terus menerus. “Tanah tidak boleh ditelantarkan. Kalau ditelantarkan, bisa hilang haknya,” tegasnya.
Ia juga menjelaskan perbedaan antara silsilah dan surat pernyataan silsilah. Dalam konteks pertanahan, Badan Pertanahan Nasional (BPN) hanya mengakui surat pernyataan silsilah yang menggambarkan struktur keluarga, bukan silsilah murni. Namun, surat ini tidak bisa dijadikan dasar utama pendaftaran hak atas tanah.
“Seseorang hanya dapat dinyatakan memiliki tanah jika memiliki sertifikat. Silsilah itu buatan pribadi dan tidak bisa dijadikan dasar pensertifikatan,” tambahnya. Bahkan jika satu keluarga membuat silsilah tanpa ada keberatan dari internal keluarga, pihak luar tidak berwenang untuk mempermasalahkan.
Menanggapi pertanyaan JPU, saksi menegaskan tidak ada masalah jika seseorang membuat surat silsilah lebih dari satu kali selama substansinya tidak berubah. Ia juga menegaskan bahwa SPPT (Surat Pemberitahuan Pajak Terutang) tidak bisa dijadikan dasar pembuatan silsilah.
Lebih lanjut, Subha Karma juga menyinggung soal tanah absentee, yaitu tanah pertanian yang dimiliki oleh seseorang yang tidak tinggal di lokasi tanah tersebut. Ia menjelaskan bahwa menurut UUPA dan peraturan turunannya, tanah jenis ini dilarang untuk dimiliki oleh warga yang berdomisili di luar desa atau kecamatan tempat tanah berada.
“Tanah absentee itu dilarang karena bertentangan dengan prinsip UUPA, yakni tanah harus dikelola langsung oleh pemiliknya. Kalau seseorang tinggal jauh dari tanahnya, maka sulit dibuktikan penguasaan fisiknya, apalagi jika tanah itu dibiarkan,” jelasnya.
Larangan ini, lanjutnya, bertujuan agar tanah tidak dikuasai oleh pihak luar secara pasif atau hanya untuk spekulasi, serta memastikan tanah dikelola produktif oleh penduduk setempat. “Adanya subak, desa adat, dan sistem lokal juga membuat sulit bagi orang luar untuk membuktikan hak jika tidak ada ikatan langsung secara fisik dan sosial,” tutupnya.
Atas keterangan ahli tersebut, kuasa hukum Jero Kepisah, Made Somya Putra, menyatakan bahwa pelapor jelas tidak memiliki dasar hukum untuk mempersoalkan silsilah maupun mengklaim hak atas tanah waris milik kliennya.
“Saksi ahli dengan tegas menyebutkan bahwa silsilah tidak ada kaitannya dengan pendaftaran hak atas tanah. Yang benar-benar dipakai adalah surat sporadik atau surat pernyataan penguasaan fisik tanah, serta bukti petunjuk seperti pipil atau SPPT. Kalau dia tidak menguasai tanah itu, maka tidak ada hak yang bisa diklaim,” tegasnya.
Somya juga menyoroti tiga poin penting dari keterangan ahli. Pertama, seseorang harus terbukti masuk dalam silsilah keluarga terkait. Kedua, harus ada penguasaan fisik atas tanah tersebut. Dan ketiga, tidak boleh terjadi pelanggaran ketentuan tanah absentee.
“Sudah jelas, pelapor berasal dari wilayah Swapraja Denpasar, sedangkan klien kami berada di wilayah Swapraja Kuta. Lokasi tanahnya pun ada di Swapraja Kuta. Jadi tidak ada dasar klaim dari pelapor yang berasal dari luar wilayah,” pungkasnya.
Editor: Anto.








