Dinamika Strategi Politik Dalam Perspektif Teori Sosiologi

 Dinamika Strategi Politik Dalam Perspektif Teori Sosiologi

Foto: Gambar

Letternews.net —  Strategi politik, tinjauan sosiologis. Strategi politik itu sebenarnya satu entitas dengan dua penampang. Satu politik, lainnya strategi. Namun keduanya saling mengandaikan satu sama lain. Karenanya, politik adalah strategi, strategi adalah politik. Kedua hal itu sebegitu dekat hubungannya sampai bisa diidentikkan. Ya, strategi dan politik adalah 2 sisi mata uang. Mari berdiskursus sebentar.

Politik, Interaksi Sosial dan Analogi Panggung Sandiwara.

Dunia ini merupakan panggung sandiwara, Kata William Shakespeare dalam As You Like It (1599). Dari sekian banyak panggung sandiwara di dunia, salah satunya adalah panggung politik, lengkap dengan aktor yang jelas dan bergelar politisi.

Secara terminologi, politisi adalah sebutan bagi orang yang bergiat di bidang politik yang pada umumnya dilatarbelakangi oleh alasan ideal seperti mewujudkan keadilan, kesejahteraan, dan perdamaian. Belum tentu realitasnya akan sama.

Artinya, dalam perspektif normatif, politisi bisa dipahami sebagai individu yang memiliki integritas, kapasitas, dan ingin mendedikasikan diri demi mewujudkan good government and clean governance.

Dramaturgi Sebagai Kajian Sosiologis

Beda Shakespeare, beda pula dengan Erving Goffman seorang Sosiolog era pertengahan abad 20 aliran Chicago University yang melihat fenomena persandiwaraan itu dalam satu teori yang kemudian dicetuskan dengan nama Teori Dramaturgi.

Sebagai seorang Sosiolog, rasanya tidak mungkin Goffman akan mempelajari fenomena sosial kalau tidak berangkat dari studi tentang interaksi sosial. Karena dinamika manusia sebagai makhluk sosial tidak bisa lepas dari yang namanya interaksi.

Erving Goffman dalam karyanya yang fenomenal berjudul Presentation of Self in Everyday Life (1959), menjelaskan bahwa manusia mempunyai dua panggung: Front stage (panggung depan), dan back stage (panggung belakang). Di kedua panggung itu manusia cenderung menunjukkan sikap yang berlainan. Ini sebuah perspektif secara sosiologis yang melahirkan kajian teori dramaturgi. Goffman mengemukakan bahwa teatre dan drama memiliki makna yang sama dengan interaksi sosial dalam kehidupan manusia.

BACA JUGA:  Polwan Polda Bali Sambut Hari Jadi RI Ke-75

Politik adalah strategi, strategi adalah politik.

Strategi politik memutlakkan drama. Sebuah interaksi sosial yang didasari oleh teori dramaturgi bertujuan untuk menciptakan manajemen kesan (persepsi). Dalam dunia politik, manajemen kesan dilakukan demi mendapatkan atensi publik.

Pasar tidak selalu akan menghukum selera yang buruk, Begitu kira-kira kata Sastrawan kondang Goenawan Mohamad. Seperti juga politik dalam konteks yang pragmatis, selera publik bisa dikondisikan melalui teknik manajemen kesan. Politik sebagai produk, tak hanya soal selera. “Pasar” lah yang akan memunculkan keunggulannya sekaligus “menjualkannya”. Disitulah proses manajemen kesan yang berangkat dari teori dramaturgi akan dimainkan dan dikemas serapi mungkin.

Dramaturgi Dalam Konteks Politik Domestik

Lalu bagaimana perpolitikan dengan teori ini berjalan dalam konteks Politik di Indonesia ? Momentum pesta demokrasi terbesar di Indonesia adalah setiap kali pemilihan Presiden. Tak hanya sekedar menjadi momentum demokrasi, tapi juga momentum pengkondisian politik yang sangat kompleks.

Sudah pasti, tahun tahun sebelum itu dilaksanakan, menjadi ruang geliat bagi semua partisan untuk menciptakan kondisi manajemen kesan tujuannya jelas meraih atensi publik dan pemetaan strategi.

Yang mungkin akan diamini oleh setiap orang adalah Pemilu Presiden tetap dilaksanakan pada tahun 2024. Walau beberapa bulan terakhir ini, isu penundaan dan perpanjangan periode jabatan petahana sempat menjadi isu sentral. Penulis tidak dengan tegas menyatakan bahwa serentetan drama, sandiwara panggung politik sedang mulai dipertontonkan. Semuanya hanyalah serupa hipotesa yang harus diuji kembali.

Hanya saja bila kita menelaah dan memantau rekam jejak perpolitikan yang ada selama ini, pola yang dimainkan hampir sama. Sejalan dengan dasar kerangka berpikir menggunakan teori dramaturgi. Panggung politik nasional selalu diwarnai dengan adegan pihak pihak yang saling berseteru satu sama lain. Ada figur- figur yang ditampilkan, ada figur- figur yang disudutkan.

BACA JUGA:  Oknum Dosen Pamerkan Kelaminya Kesejumlah Mahasiswi

Strategi politik, strategi menguasai.

Lalu diikuti dengan kemunculan gerakan dukungan dari masing masing kelompok. Hal ini seperti ingin membentuk persepsi audiens, mengaduk aduk psikologi publik, dan membiarkan para penontonnya memberikan interpretasinya di setiap adegan demi adegan.

Yang jelas terasa hangat adalah contoh kasus pemberitaan terkait perseteruan elite PDIP dan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo. Elit PDIP dengan barisan relawan pendukung Ganjar Pranowo, dan banyak hal terkait situasi tersebut. Penulis tidak akan menjabarkan lebih lanjut, semua sudah terekspos luas di media tinggal dicari saja.

Terlepas dari kesemuanya yang dipertontonkan adalah kejadian yang sungguh-sungguh terjadi, ataukah sekedar settingan demi tujuan untuk meningkatkan rating pemberitaan sebagai media darling. Semua kembali pada bagaimana interpretasi masing masing orang.

Strategi Teori Dramaturgi Dan Relevansinya Dengan Perkembangan Jaman.

Memasuki era masyarakat berpikir kritis, apakah dari semua fenomena tindakan dan perilaku yang sedang dipertontonkan masih terasa relevan ? Ataukah strategi pemasaran politik dengan pola pola yang cenderung mudah diprediksi hasil akhirnya, tetap menjadi strategi idaman yang harus selalu dilakukan dalam setiap momen menjelang perhelatan pesta demokrasi akbar ?

Kembali dalam diskursus teoretis utama dalam tulisan ini. Dari teori dramaturgi nantinya akan bisa dikaji analisa kembali secara komprehensif dengan teori perspektif sosiologis lainnya, seperti teori gerakan sosial, dan teori interaksionisme simbolik.

Supaya tulisan ini tidak terkesan terlalu panjang lebar bak jurnal ilmiah di rak rak perpustakaan. Penulis akhiri sejenak dengan analogi secangkir kopi. Politik selain berirama pada pusaran pragmatis, mengalir pula secara dinamis dan tertuang pada cangkir cangkir kopi di meja meja lobi dan strategi. Seperti citarasa kopi itu sendiri, pahit dan manisnya hanyalah soal selera. Mau bagaimana bentuk kemasannya.

Ditulis Oleh: 
Rio Irawan Analis Konflik & Pemerhati Sosial Politik

.

Bagikan: