Tertimpa Pohon Tumbang di Monkey Forest 2 WNA Meninggal Dunia
Prof Dibia: Pemerintah Perluas Ruang Tampil Joged Bumbung Klasik
Letternews.id — Budayawan Prof Dr I Wayan Dibia mengusulkan agar pemerintah daerah dapat memperluas ruang tampil bagi tari Joged Bumbung Klasik sebagai salah satu upaya untuk penyelamatan salah satu tari pergaulan Bali itu.
“Agar kemunculan Joged Bumbung jaruh (porno) tidak sampai mematikan tari Joged Bumbung itu sendiri, perlu segera dilakukan upaya penyelamatan,” kata Prof Dibia saat menjadi narasumber dalam workshop Tari Joged Bumbung di Taman Budaya, Denpasar, Jumat.
Menurut dia, munculnya Joged Bumbung porno telah membangun citra negatif bukan saja terhadap tari Joged Bumbung, melainkan juga terhadap budaya pertunjukan Bali.
“Akankah tari Joged Bumbung jaruh seperti ini dibiarkan terus meracuni etika moral para generasi Bali? Apalagi Joged Bumbung telah mendapatkan pengakuan UNESCO,” ucapnya pada acara yang digelar Majelis Kebudayaan Bali bersama Disbud Bali itu.
Tari Joged Bumbung yang diperkirakan lahir di tahun 1940-an di Desa Kalapaksa, Kabupaten Buleleng, sejak 1990-an perlahan-lahan berubah menjadi tontonan cabul atau “jaruh”.
Bahkan, Joged Bumbung yang mengutamakan aksi-aksi seksual vulgar di atas pentas dalam beberapa tahun terakhir hingga sekarang sudah tersebar luas di media sosial.
Prof Dibia menambahkan, tari Joged Bumbung yang mengutamakan aksi-aksi seksual tentunya telah melanggar tiga landasan kesenian Bali yakni satyam (kebenaran), siwam (kesucian) dan sundaram (keindahan).
“Dalam tradisi budaya Bali, gerak-gerak yang bersifat jaruh (cabul) yang dilakukan tidak pada tempatnya, juga dipandang sebagai sesuatu yang merusak kesucian dan tentu tidak patut dilakukan di depan umum,” ucap guru besar emeritus di ISI Denpasar itu.
Upaya-upaya pembinaan dan penyelamatan tari Joged Bumbung agar tidak terus berkembang ke arah porno telah dilakukan sejak 2010 oleh Pemerintah Provinsi Bali melalui Dinas Kebudayaan bekerja sama dengan Listibiya Bali, MUDP dan juga didukung oleh pihak kepolisian.
Dalam kesempatan workshop yang diikuti oleh jajaran Majelis Kebudayaan Bali dan juga perwakilan penari dan sekaa Joged Bumbung dari kabupaten/kota di Bali itu, Prof Dibia menyampaikan sedikitnya tiga hal untuk upaya penyelamatan tari Joged Bumbung.
Pertama, pemerintah daerah dapat memperluas ruang tampil bagi tari Joged Bumbung Klasik (joged yang sesuai pakem).
“Selama ini ruang tampil tari Joged Bumbung klasik masih relatif terbatas. Jika masyarakat telah sering menyaksikan pertunjukan tari Joged Bumbung Klasik, maka masyarakat akan semakin tahu perbedaan tari joged yang pantas untuk di depan publik atau tidak,” katanya.
Kedua, menciptakan tari Joged Bumbung inovasi dengan wajah dan teknik penampilan baru. Misalnya tari Joged Bumbung dengan 6-10 orang penari dan dengan pola koreografi yang apik dan menarik.
Ketiga, mengadakan festival-festival Joged Bumbung secara berkala mulai dari tingkat kecamatan, kabupaten, bahkan hingga provinsi, sehingga masyarakat memiliki lebih banyak kesempatan untuk menyaksikan tarian sesuai pakem.
Prof Dibia pun menyoroti “virus” Joged jaruh telah masuk pada pertunjukan arja muani, prembon, bonderes dan termasuk calonarang. Bahkan dalam bondres aksinya menjadi lebih vulgar karena merasa penarinya itu laki-laki.
“Gerak porno yang berlebihan dalam bondres walaupun mungkin bisa membuat penonton tertawa, secara tidak langsung telah melecehkan nilai-nilai kewanitaan,” ujarnya.
Sementara itu, Kepala Bidang Kesenian Dinas Kebudayaan Provinsi Bali Ni Wayan Sulastriani saat membuka kegiatan workshop mengharapkan kerja sama berbagai pihak untuk mengembalikan tari Joged Bumbung agar sesuai pakem.
“Pembinaan-pembinaan telah kami lakukan dengan menggandeng berbagai pihak, namun ke depannya tentu diperlukan berbagai langkah strategis,” ucapnya sembari mengatakan dalam Pesta Kesenian Bali tahun ini juga akan digelar Parade Joged Bumbung.
Pada acara workshop yang juga menghadirkan pembicara I Wayan Suweca, SSKar, MHum tersebut, Prof Dibia juga langsung mencontohkan beberapa gerakan tari Joged Bumbung beserta cara nyeledet (gerakan mata) bersama para penari Joged Bumbung.
(LN/MA)