Banjir Bandang Sumatera Renggut 174 Korban Jiwa: Aktivis Desak Evaluasi Menteri Kehutanan, Sebut Kerusakan Hutan Critical dan Respons Bencana Lamban
Foto: M.Shalahuddin Jamil

BALI, Letternews.net – Bencana banjir bandang yang melanda puluhan kabupaten/kota di tiga provinsi, yaitu Sumatra Utara, Aceh, danSumatra Barat, dalam beberapa hari terakhir telah menimbulkan korban jiwa yang masif dan memutus akses jalur darat. Hingga Jumat (28/11) malam, Kepala BNPB Letjen TNI Suharyanto melaporkan data mengerikan: 174 orang meninggal dunia, 79 orang hilang, dan 12 lainnya luka-luka.
Namun, bencana ini tidak hanya dipicu curah hujan tinggi, melainkan juga oleh faktor lingkungan yang krusial.
Pemerhati lingkungan, Shalahuddin (akrab disapa Bro Shalah), menilai banjir bandang ini adalah cerminan dari kerusakan hutan yang parah. Ia menyoroti video-video yang beredar di mana kayu-kayu hasil penebangan liar turut terseret arus ke permukiman warga.
“Rasanya penting juga untuk kita bicara soal penyebab banjir bandang yang bisa kita pastikan faktor terbesarnya adalah kerusakan hutan yang dalam hal ini adalah tanggung jawab Menteri Kehutanan,” kata aktivis muda ini saat ditemui di Bali, Sabtu (29/11/2025).
Hutan Warisan Dunia Berstatus Bahaya
Shalahuddin secara tegas meminta agar kinerja Menteri Kehutanan dievaluasi, mengingat kondisi hutan di hampir seluruh Indonesia berada dalam status kritis. Ia mencontohkan Hutan Hujan Tropis Sumatera (TRHS), yang merupakan Warisan Dunia UNESCO sejak 2004, kini telah dicap ‘merah’ dan dalam bahaya akibat maraknya penebangan liar dan perambahan lahan.
Temuan ini sejalan dengan data Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sumatera Utara yang menyebutkan bahwa penebangan liar menjadi faktor utama terjadinya banjir di wilayah tersebut.
Sorotan Respons Bencana dan Jalur Udara
Selain kritik terhadap kerusakan hutan, Bro Shalah juga menyoroti lambannya respons pemerintah dalam memberikan pertolongan pasca-bencana, terutama ketika jalur darat terputus.
Ia berharap Pemerintah dapat memanfaatkan fasilitas lengkap yang dimiliki negara untuk memberikan pertolongan melalui jalur udara (force majure) dan memastikan proses pemulihan pasca-bencana di Sumatera dapat dilakukan secara efektif dan terukur.
Editor: Rudi.








