Politik Memanas! PSI Singgung ‘Nenek-Nenek Ketua Partai’, PDIP Balas Pedas: Guntur Romli Tuding Ahmad Ali Cari Selamat dari KPK Pasca Penyitaan Rp 3,4 Miliar
Foto: Gambar PDIP dan Partai Solidaritas Indonesia

JAKARTA, Letternews.net – Arena politik nasional kembali diwarnai ketegangan tinggi antara PDIP dan Partai Solidaritas Indonesia (PSI). Konflik dipicu oleh pernyataan Ketua Harian PSI, Ahmad Ali, yang secara tersirat menyindir “nenek-nenek yang sudah puluhan tahun jadi ketua partai,” sebuah sindiran yang sangat kuat diduga diarahkan kepada Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri.
Kubu PDIP segera merespons dengan serangan balik yang tak kalah tajam.
Politikus PDIP, Guntur Romli, buka suara dan menuding bahwa sikap vokal Ahmad Ali membela Presiden Joko Widodo (Jokowi) bukanlah murni loyalitas, melainkan upaya bertahan diri (survival strategy) dari masalah hukum.
“Publik belum amnesia. Rumah Ahmad Ali digeledah KPK, Rp 3,4 miliar disita. Wajar kalau sekarang dia jadi pembela Jokowi paling vokal,” tegas Romli.
Romli menyebut manuver politik Ahmad Ali, termasuk kepindahannya dari NasDem ke PSI dan langsung menjabat Ketua Harian, sebagai langkah oportunis, bukan ideologis.
Strategi Cari Selamat vs. Kritik Cawe-Cawe
Guntur Romli menuding bahwa PSI dan Ahmad Ali tengah mencari panggung aman setelah kekalahan Pilkada Sulawesi Tengah. “Ini Bukan Kesetiaan, Ini Strategi!” tandasnya pedas.
Namun, Ahmad Ali tidak tinggal diam. Ia balik menyerang pihak yang disebutnya ketakutan melihat kiprah politik Jokowi setelah masa jabatannya berakhir.
Ali membandingkan kondisi Jokowi dengan tokoh senior yang masih menjadi Ketua Umum partai. “Ada tokoh puluhan tahun jadi ketua partai, tapi nggak disuruh berhenti. Kenapa Jokowi yang cuma bicara politik malah dilarang?” ujarnya, sekaligus menegaskan PSI menjadikan Jokowi sebagai patron yang mewakili anak desa yang bisa mencapai puncak politik.
Saling serang dan tudingan terkait kasus KPK dan strategi cari selamat ini mempertegas bahwa peta politik menuju Kontestasi 2029 telah memasuki fase perang terbuka yang sangat panas.
Editor: Rudi.








